Kamis, 01 Juni 2017

Centong Nasi Pusaka Ajaib

Centong Nasi Pusaka Ajaib, dongeng anak, cerita anak, mitos Jawa

Masyarakat Jawa jaman dahulu memiliki cara khusus untuk mengatasi sakit perut seorang anak yang makan terlalu banyak dan kekenyangan. Rasa begah itu akan diatasi dengan centong nasi yang digerakkan seperti menyendok nasi di depan perut si anak. Setelah beberapa kali gerakan menyendok itu dilakukan, biasanya rasa begah karena kekenyangan akan berkurang. Secara logika, hal ini sulit dipahami, namun bila kita menilik lebih dalam, tindakan tersebut bukannya tak berguna. Saat anak merasa tak nyaman dengan perut kekenyangan, ia menjadi uring-uringan dan emosi buruk. Ketika si ibu mengambil centong nasi dan menggerakkannya seolah-olah menyendok nasi dari dalam perut Anak, anak tersebut akan merasa geli lalu tertawa.  Tawa inilah yang secara ilmiahpun dapat dibuktikan bisa mengurangi rasa sakit atau tidak nyaman dalam tubuh. Dan kisah ini terinspirasi dari mitos centong nasi penyembuh sakit kekenyangan.


Tahun ini, kerajaan Watu Gunung dikaruniai panen yang melimpah. Bulir-bulir padi bagai emas terhampar di hampir seluruh negri, sayur mayur menghijau bagai permadani. Warna buah serta biji-bijian menjadi penghias bak permata mutu manikam. Seluruh negri bergembira dengan panen raya yang melimpah. Untuk mengungkapkan rasa syukur atas karunia tersebut, kerajaan melaksanakan pesta panen raya. Rakyat mempersembahkan hasil panen mereka ke istana dan para koki kerajaan sibuk mengolahnya menjadi berbagai macam hidangan lezat. Para pelayan membuat meja yang sangat panjang di alun-alun, semua masakan koki istana dihidangkan dengan jumlah yang melimpah dan bentuk yang indah. Seluruh rakyat berkumpul untuk menikmatinya. Mereka bergembira bisa menikmati hasil masakan para koki istana. Hidangan itu sangat lezat dan beraneka ragam. Setiap jenis masakan dicicipi. Satu per satu di lahap hingga tak terasa mereka lupa bahwa perut mereka tidak sebesar karung beras. Dengan kerakusan yang tak terkendali, perut mereka terus diisi dengan semua makanan yang sangat lezat.

Ketika pesta usai, perut semua orang tampak buncit, mereka kekenyangan. Beberapa orang bahkan tak sanggup lagi untuk berjalan.  Bahkan ada juga yang mulai sesak nafas karena makanan yang terlanjur disantap mulai mengembang di dalam perut mereka. Banyak orang yang kemudian merintih kesakitan. Ada yang sampai berguling-guling bahkan ada yang kemudian muntah-muntah. Kerajaan menjadi gempar karena hampir semua orang sakit kekenyangan. Para tabib istana dikerahkan untuk mengatasi penduduk yang yang kesakitan namun jumlah mereka terbatas, banyak penduduk yang tidak dapat tertolong.

Sang Raja menjadi khawatir, ia sedih mengapa penduduknya begitu rakus dan tidak bisa mengukur jumlah makanan yang bisa ditampung di perut mereka. Ia berpikir keras bagaimana mengatasi sakit kekenyangan. Akhirnya sang Raja memutuskan untuk pergi ke puncak Gunung untuk meminta bantuan Buto Gunung. Buto Gunung adalah seorang monster berwajah mengerikan. Badannya besar dengan perut yang membuncit. Kulitnya hijau seperti lumut. Matanya merah membulat memenuhi mukanya. Hidungnya lebar tetapi pesek dan mulutnya yang besar itu memperlihatkan gigi-gigi panjang dan runcing saat tertawa. Rambutnya awut-awutan tak pernah disisir. Dan satu lagi, badannya bau karena jarang mandi. Meskipun berwajah menyeramkan, Buto Gunung adalah seorang yang baik hati, ia berteman dengan Raja sejak kecil. Setiap menghadapi masalah, sang Raja selalu menemuinya untuk berdiskusi mengatasi masalah.

Buto Gunung segera menyambut sang Raja yang datang dengan tergesa-gesa. “Buto Gunung, aku butuh bantuanmu segera!” kata Raja begitu sampai ke hadapan temannya itu. “Apa yang terjadi?” tanya Buto Gunung dengan suara serak menggelegar. Orang yang tidak biasa mendengarnya pasti akan ketakutan, namun Raja sudah terbiasa dengan suara itu. Raja lalu menceritakan apa yang terjadi. Penyakit kekenyangan itu sebenarnya adalah kesalahan mereka sendiri, tetapi Raja tidak bisa tinggal diam.  Begitu mendengar penjelasan sang Raja, Buto Gunung tertawa terbahak-bahak. Baginya, penyakit yang menimpa penduduk Watu Gunung itu menggelikan. Ia membayangkan bahwa semua orang di kerajaan Watu Gunung mulai mirip dengan dirinya, semua orang menjadi berperut buncit seperti badut.

“Biarkan saja mereka punya perut buncit,…ha..ha..ha… sekarang semua orang seperti badut…” Kata Buto Gunung di sela-sela tawanya. Sang Raja terdiam dengan wajah muram, Buto Gunung segera menghentikan tawanya. “Aku hanya bercanda…” kata Buto Gunung menghibur. Sang Raja mengangguk, “Aku tahu, kau pasti punya cara untuk mengatasi masalah konyol ini.” Buto Gunung terdiam untuk berpikir, tangannya membelai jenggot yang luar biasa kusut seperti keset sabut kelapa. Ia berusaha mengingat-ingat benda-benda ajaib miliknya yang bisa dipinjamkan kepada Raja. Kemudian, tiba-tiba Buto Gunung berseru,”Ah!..Ini!”… Suara Buto Gunung demikian keras menggelegar. Sang Raja sampai melonjak terkejut. “Kau ini, pelankan suaramu!” keluh Raja mengatasi keterkejutannya. Buto Gunung tertawa, ia sudah memelankan suaranya tetapi tetap saja masih terdengar menggelegar.

Buto Gunung lalu mengambil sebuah kotak kayu yang sudah lusuh. Kotak itu berdebu, banyak sarang laba-laba memenuhi permukaannya. Dengan hati-hati Buto Gunung membuka kotak itu dan mengambil isinya lalu mengangkat benda itu tinggi-tinggi. “Inilah pusaka ajaib yang akan mengatasi masalahmu!” kata Buto Gunung mantap. Raja mengangkat alisnya, ia heran bercampur ragu. Ia sempat berpikir apakah Buto Gunung masih bercanda menggodanya. Raja berharap ia akan menyaksikan Buto Gunung mengangkat keris berukir yang indah, atau tongkat sihir yang cantik dari emas dan perak. Tapi ternyata yang diangkat oleh Buto Gunung adalah……sebuah centong nasi dari kayu yang warnanya sudah menghitam dan beberapa sisinya gosong bekas jilatan api. Raja terbengong melihat benda yang disebut pusaka itu,“Maksudmu…ini pusaka ajaib? “, tanya raja dengan kata yang diucapkan lambat-lambat penuh keraguan dan terdengar meremehkan. Raja kemudian tertawa lalu katanya lagi,”Memangnya apa yang bisa kulakukan dengan centong nasi gosong begitu?”

Buto Gunung melotot,”Kamu ini! Jangan meremehkan pusaka nenek moyangku” bentak Buto Gunung setengah tersinggung. Suara Buto Gunung kembali membuat Raja terkejut hingga melompat ke belakang. Wajah sahabatnya itu sebenarnya sudah mengerikan meskipun ia tersenyum. Sekarang ketika ia melotot dengan kedua matanya yang tampak hampir copot, wajah Buto Gunung bukan lagi mengerikan lagi tapi luar biasa menyeramkan. Buto Gunung segera memalingkan mukanya melihat Raja tampak ketakutan, ia tidak ingin membuat sahabat satu-satunya itu takut padanya. “Maaf, aku tidak marah…..maaf membuatmu takut….” Kata Buto Gunung. Lalu ia menjelaskan apa kegunaan Centong kayu itu. Meskipun bentuknya buruk, centong kayu yang telah gosong itu bisa mengambil makanan dari perut para penduduk yang kekenyangan. Centong itu harus ditempelkan di perut setiap penduduk dan digerakkan memutar seperti saat menyendok nasi. Gerakan itu harus dilakukan 3 kali, maka sakit kekenyangan penduduk akan hilang.

Raja tertegun menerima centong kayu itu. Ia berusaha memahami kata-kata temannya untuk bisa mempercayainya. “Pergilah, segera sembuhkan rakyatmu.” Kata Buto Gunung mengingatkan. Raja mengucapkan terima kasih lalu ia bersiap untuk pergi. Namun tiba-tiba Raja menghentikan langkahnya karena terpikir sesuatu olehnya. Ia berbalik menghadap Buto Gunung lalu katanya, “Em…teman, bukankah kau selalu kesepian sendirian di sini?” Buto Gunung mengangguk sambil merasa heran mengapa Raja bertanya demikian. Lalu Sang Raja melanjutkan kata-katanya,” Ikutlah denganku untuk menyembuhkan rakyatku dengan centongmu ini. Tunjukkan kepada mereka bahwa kau sebenarnya baik meskipun wajahmu sedikit menyeramkan.” Buto Gunung tampak ragu, ia bisa membayangkan bahwa tidak ada penduduk yang akan menerimanya sebagai teman karena mereka selalu takut setiap kali melihat wajah buruknya yang menyeramkan. Tapi raja terus membujuknya. Akhirnya Buto Gunungpun setuju. Ia Pergi ke kerajaan Watu Gunung untuk menyembuhkan penduduk.

Awalnya banyak penduduk yang ketakutan, tetapi Raja berhasil meyakinkan mereka bahwa Buto Gunung bermaksud mengobati mereka dan tidak memiliki niat jahat. Rakyatpun kemudian percaya karena ternyata Watu Gunung memang baik. Ia bahkan bisa berbicara dengan lucu ketika mengobati anak-anak.  Ia berpesan kepada seluruh anak untuk tidak bersikap rakus saat makan supaya tidak berperut badut seperti dirinya.
Hari itu seluruh rakyat Watu Gunung disembuhkan. Mereka bergembira kembali dan berterima kasih kepada Buto Gunung. Sejak hari itu, Buto Gunung diterima penduduk sebagai sahabat mereka. Kini Buto Gunung tidak perlu lagi menyembunyikan diri di dalam goa di puncak gunung. Raja bahkan menyediakan tempat tinggal bagi sahabat baiknya itu. Buto Gunung sekarang memiliki banyak teman dan selalu bergembira. Tak lupa, centong nasi ajaib itu selalu dibawanya untuk menyembuhkan setiap anak yang rakus dan kekenyangan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar