Pagi yang dingin, titik-titik embun masih bertengger di
ujung-ujung daun, seekor beruang madu berjalan gontai menyusuri hutan. Tubuhnya
yang gendut terlihat enggan untuk diajak berjalan. Perutnya terasa lapar
sekali, apalagi pagi itu udara begitu dingin, rasanya perut semakin melilit
kelaparan. Dalam benaknya terbayang seonggok besar rumah lebah yang penuh
dengan kantung-kantung madu nan lezat.
Ia senang sekali mencabik-cabik rumah lebah untuk mendapatkan
madunya. Lebah-lebah kecil itu akan terbang berantakan menghadapi serangannya.
Mereka berdengung-dengung dan berusaha menyengat beruang. Tetapi beruang akan
tertawa geli karena sengat mereka yang pendek tak mampu menjangkau kulitnya
yang tertutup oleh lapisan tebal bulu-bulunya. Tanpa peduli kemarahan para lebah,
beruang madu dapat menikmati santapan lezatnya sampai kenyang lalu pergi
meninggalkan derita bagi para lebah. Lebah-lebah kecil itu hanya bisa menangis
melihat rumah mereka yang hancur, makanan mereka yang hilang dan bayi-bayi
lebah yang putih, mati sia-sia diantara remah-remah rumah yang hancur.
Pagi itu, beruang madu sudah lelah berjalan menyusuri hutan,
namun apa yang dicarinya belum juga ditemukan. Perutnya semakin lapar, badannya
terasa semakin berat untuk dibawa berjalan. Matahari merambat lebih tinggi, ia
bersiap beralih menjadi siang. Kelinci-kelinci putih telah kenyang memakan umbi-umbi dan rerumputan.
Burung-burung telah berkicau setelah melahap biji-bijian dan kupu-kupu kini
menari-nari setelah puas menghisap madu bunga-bunga mekar. Beruang madu masih
mencari-cari makanannya. Ia semakin jauh menerobos ke dalam hutan. Permukaan
tanah terasa gelap, pohon-pohon tampak tinggi menjulang dengan cabang-cabang
yang rimbun. Mereka berlomba untuk menangkap sinar matahari hingga tak ada yang
tersisa sampai ke tanah.
Beruang begitu lelah dan lapar, ia berhenti di bawah pohon
besar untuk beristirahat. Perutnya yang lapar terdengar bunyi ‘Kruek…kruuuek!”
Beruang mengeluh, “Aduuuh,….lapar sekali….mengapa tak lagi kutemukan rumah
lebah yang lezat itu….sudah beberapa hari ini sulit kutemukan rumah lebah”.
Dalam kelelahan dan rasa laparnya, beruang merebahkan diri di atas akar pohon. Pohon
itu tampak demikian tinggi, cabang-cabangnya membentang ke sana kemari.
Beberapa ranting saling menjalin mengait satu dengan yang lain. Dalam kesunyian
itu tiba-tiba terdengar suara dengungan yang sangat dikenalnya. Beruang madu
segera bangkit mencari sumber suara itu, wajahnya tampak ceria dan melupakan
rasa lelahnya, dengungan itu……adalah lonceng makan siangnya yang lezaaat!
Beruang madu mengitari pohon di sisi sebelahnya dan apa yang dilihatnya
sekarang benar-benar menakjubkan!...Rumah lebah yang sangat besar! Lebih besar
dari semua rumah lebah yang pernah ditemukannya. Bukan lagi sebesar karung
beras tetapi jauh lebih besar lagi seperti tiga kantung beras yang bersatu.
Rumah lebah itu menggantung pada salah satu cabang pohon yang sangat tinggi.
Dengan penuh semangat, beruang madu segera mamanjat pohon
itu. Ia sudah biasa melakukannya. Cakar-cakar di kaki dan tangannya menjadi
andalan untuk bisa memegang batang pohon yang kokoh. Satu langkah, dua langkah,
tiga langkah ia berhasil naik, namun…pada langkah yang ke sepuluh di mana ia
belum sampai ke batang rumah lebah itu, tiba-tiba….sruuuut…! Blug! “Auw!”
teriak beruang madu. Ia terpeleset dan jatuh terbanting di tanah. Batang pohon
itu begitu licin, mungkin ia masih basah bekas hujan semalam. Permukaan tanah yang tertutup akar-akar besar
terasa keras berbenturan dengan tubuh beruang.
Rasa sakit menusuk di pantat dan pinggangnya. Beruang menggeliat
kesakitan, ia mencoba berdiri namun….”Auw, Aduh!” beruang kembali mengerang
kesakitan, pantatnya benar-benar sakit. Ia tak sanggup lagi untuk memanjat.
Beruang mengeluh, rasa lapar diperutnya memaksanya untuk mencari cara menjatuhkan
rumah lebah itu. Tangannya yang besar mencari-cari batu untuk dilempar. Sambil
duduk ia mencoba melempar batu itu ke arah rumah lebah, dengan harapan rumah
lebah itu akan terjatuh. Baru saja batu
itu dilempar, ia menabarak salah satu dahan pohon dan terpental kembali ke arah
beruang dengan kecepatan tinggi. Pluk!...”Auw…sakit!” teriak beruang lagi. Batu
itu mengenai kepalanya. Sebuah benjolan besar menjulang di puncak kepalanya,
rasanya sungguh sakit. Beruangpun menangis, ia kesakitan, kelaparan dan kelelahan.
Tangisnya menggeru-geru membuat suara berisik di sekitarnya.
Mendengar tangisan itu para lebah tentara segera memeriksa
keadaan, mereka segera bersiaga begitu melihat seekor beruang madu di dekat
sarang mereka. Bagi para lebah, beruang madu adalah seekor monster reksasa yang
mengerikan yang bisa meluluh lantakkan satu kerajaan lebah yang sudah dibangun
berbulan-bulan dengan susah payah. Panglima lebah segera memerintahkan untuk
melancarkan serangan kepada beruang madu sebelum beruang itu merusak sarang
mereka. Segerombolan pasukan lebah yang begitu banyak terbang melesat ke arah
beruang madu, dengan ganas mereka menyerang beruang madu dengan
sengatan-sengatan tajam. Beberapa lebah bergelantungan dan merangkak masuk ke balik bulu-bulu beruang lalu menyengat
kulitnya yang tebal. Ratusan sengat lebah berhasil menusuk ke dalam kulitnya,
kali ini beruang madu kembali mengerang kesakitan, ia mengamuk dengan
mengibaskan tangan kesana kemari. Sesekali tangannya memungut benda-benda keras
di sekitarnya lalu mengibas-ngibaskan benda itu ke kerumunan lebah yang
terbang. Beberapa lebah terbanting mati terkena pukulan benda keras beruang
madu. Namun, tak lama kemudian, beruang itu tersandung akar pohon dan kembali
jatuh ke sebuah jurang pendek. Beruang itu semakin merintih kesakitan. Air
matanya terurai dan ia sibuk memegangi pantatnya yang bengkak bekas jatuh dan
sengatan lebah. Pantatnya kini tampak lebih besar karena bengkak.
Melihat beruang sudah tidak berdaya, Sang raja lebah segera
keluar dari sarangnya untuk ikut memeriksa keadaan. Kini beruang itu hanya bisa
berbaring miring sambil menangis, ia tampak kesakitan dan tak mampu berdiri. Namun
Raja lebah tetap waspada menghadapi beruang itu dan ia harus memastikan apakah
beruang itu sudah tidak berbahaya bagi mereka. Iapun terbang mendekati beruang
itu diikuti sepasukan lebah yang siap untuk menyengat. Melihat segerombolan
lebah kembali mendekat, beruang lebah ketakutan dan hanya bisa meringkuk sampil
menutupi mukanya. “Ampun….aku menyerah….ampun…sakit…..aku sudah jatuh, sekarang
terkena sengatan…ampun…” kata beruang memohon sambil menangis. Raja lebah
memberi aba-aba agar pasukannya menjauh dan tidak melakukan serangan.
“Beruang madu, itu adalah hukuman bagimu karena kau berusaha
merusak rumah kami! Kami sudah mendengar perbuatanmu yang selalu merusak sarang
teman-teman kami,” kata raja lebah menahan kemarahan, lalu katanya lagi,” Apa
kau tidak tahu, sarang yang kau rusak itu harus kami bangun berbulan-bulan oleh
ribuan lebah pekerja, dan madu yang kau curi itu, adalah hasil kerja keras kami
mengumpulkan nektar dari jutaan bunga-bunga setiap harinya. Ditambah lagi,
bayi-bayi kami yang masih tidak berdaya, kau bunuh bersama hancurnya
rumah-rumah kami! Bagaimana bisa kau bertindak sejahat itu kepada kami?!”
Dalam tangisnya, beruang madu mendengar kata-kata raja lebah
itu, selama ini ia tak pernah berpikir sejauh itu, yang ia tahu adalah bahwa ia
suka memakan madu dan untuk mendapatkannya adalah dengan merusak sarang lebah.
Hanya itu yang ia pikirkan selama ini. Raja lebah kembali berteriak kepadanya,
“ Hari ini adalah peringatan bagi kamu supaya kamu tidak lagi merusak rumah
kami. Kalau kau berjanji tidak akan lagi merusak rumah kami, maka kami akan
mengampunimu dan membiarkanmu pergi! Tapi kalau kau tidak mau, maka kami akan
kembali menyerangmu sampai mati!”
Beruang madu tak berdaya, dengan suara parau di antara tangis
ia mengeluh,…..” Hu..hu…..aku harus bagaimana, aku ini beruang madu, makananku
adalah madu, tanpa madu aku tidak bisa hidup….”Jawaban itu membuat raja lebah tercengang, iapun tidak
berpikir sejauh itu. Ia tidak pernah memikirkan bahwa beruang madu memang
membutuhkan madu mereka untuk hidup, begitulah alam telah mengatur. Bila
baruang madu tidak makan madu maka ia bisa mati, di lain pihak, cara mereka
mendapatkan madu menjadi bencana bagi para lebah.
Sejenak Raja lebah berpikir, ia tidak ingin menyakiti makhluk
lain, tetapi juga ia tidak ingin koloninya terancam bahaya. Lalu ia menemukan
usulan baru untuk membuat kesepakatan yang saling menguntungkan dengan beruang
madu, katanya,” Beruang, ayo kita membuat kesepakatan perdamaian”. Mendengar
itu beruang berhenti menangis, ia heran, kesepakatan apakah yang akan dibuat
oleh raja lebah. Susah payah ia berusaha untuk bangun dan duduk menelungkup di
bawah pohon. Lalu kata Raja lebah lagi,” Setiap hari kami harus mengunjungi
jutaan bunga untuk membuat madu, tetapi kini, bunga-bunga itu semakin sulit
kami dapatkan. Manusia telah menebang pohon-pohon berbunga yang kami butuhkan,
mereka sembarangan menebang dan tidak mau menanam lagi. Hutan di sebelah kami
sudah gundul, kami takut jika manusia-manusia itu sampai ke hutan ini dan
menebang pohon-pohon kami, maka kami akan kesulitan mencari bunga dan
kelaparan….” Mendengar itu beruang madu mengerjap-ngerjapkan mata untuk
memahami Raja Lebah. “Apa yang kaubutuhkan?” tanya beruang. Raja lebah mulai
menyusun kalimat kesepakatannya,” Jika kau bersedia menjaga hutan ini agar
tidak dikunjungi manusia, maka kami akan menyediakan madu untukmu tanpa kau
harus berperang melawan kami” Beruang madu terperanjat, dalam benaknya telah
terbayang sekumpulan madu lezat yang disediakan bagianya tanpa ia harus memanjat
pohon dan melawan sengatan lebah….itu benar-benar menyenangkan…. “Madu itu akan
disediakan bagimu hanya jika kau bisa mengusir manusia itu untuk pergi dari
hutan kami.” Kata Raja lebah menegaskan perjanjiannya. Beruang madu tersenyum
dan kemudian bersorak,” Baiklah! Manusia -manusia itu akan kutakuti supaya tidak
berani memasuki hutan ini! Itu kesepakatannya! Aku tidak akan merusak lagi
sarang kalian!” Raja lebah tersenyum menerima kesepakatan itu. Dan untuk
pertama kalinya, Raja lebah menjamu beruang madu dengan simpanan madu terbaiknya.
Madu itu diletakkan para lebah di sebuah daun yang sudah digulung menjadi
contong oleh beruang madu. Banyak sekali….beruang madupun bisa meminum madu
sampai kenyang.
Sejak hari itu, beruang madu tak pernah merusak sarang lebah,
ia rajin menjaga kawasan hutan dari gangguan manusia. Hutan-hutanpun kembali
menghijau dan menyediakan bunga-bunga bagi para lebah. Madu merekapun semakin
melimpah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar