Rasanya menyedihkan, menjadi
binatang peliharaan yang paling dilupakan. Ia merasa buruk dan tidak berharga.
Hari-hari dilalui dengan rasa iri pada binatang peliharaan yang paling
disayangi tuannya. Namun apa daya, memang dirinya tidak secantik Merak Hijau
yang terlihat megah saat membentangkan ekornya. Juga tidak sekuat Kuda Hitam
yang selalu bisa mengantar Yang Mulia bepergian dengan gagahnya. Ataupun
bersuara semerdu Burung Perkutut
kebanggaan Raja. Dirinya hanyalah seekor binatang pendek berwarna
cokelat bulukan, selalu berbau kotoran encer, dan bersuara cempreng
menyedihkan. …….seekor bebek…..
Dari namanya saja sudah tidak
terdengar keren. “Bebek”….rasanya seperti membayangkan perkakas penumbuk di
dapur. Bahkan dalam Bahasa inggrispun disebut “duck”, saat mendengarnya, serasa
menyaksikan benda menabrak sesuatu hingga terjatuh. Hampir tak ada yang
mengakui bahwa bebek adalah binatang cantik yang layak dipuja. Banyak yang
membayangkan bahwa bebek adalah peliharaan yang paling layak disembelih dan
dimasak menjadi hidangan lezat untuk disantap hingga tertinggal
tulang-tulangnya saja. Dan tulang-tulang itupun akan dibuang ke tempat sampah
tanpa penghargaan sama sekali lalu dilupakan begitu saja seolah ia tak pernah
hidup. Menyedihkan….
Namun, semua itu tidak membuat
sang bebek menyesali dirinya sebagai seekor bebek. Ia tetap menjalani
hari-harinya dengan riang tanpa keluhan. Ia tak pernah sedih meskipun ia tahu
bahwa dirinya suatu hari hanya akan berakhir sebagai bebek panggang hidangan
raja. Ia selalu membawa keceriaan bagi teman-temannya di istana. Sikap baiknya
inilah yang kemudian menjadikannya bebek populer di kalangan hewan peliharaan
yang lain.
Hari itu, hujan turun dengan
sangat lebat, raja meringkuk di tempat tidurnya bersembunyi di bawah selimut.
Sejak semalam hujan yang turun membuat udara hari itu terasa dingin. Rasa lapar
mulai melilit perutnya dan yang bisa ia bayangkan adalah menyantap makanan
lezat kesukaannya….bebek panggang… Teriakan raja yang meminta hidangan bebek
panggang terdengar sampai keluar kamarnya. Saat itu burung merpati sedang
berteduh di bawah jendelanya. Ia adalah sahabat baik bebek. Ia menjadi sahabat
baik sejak bebek itu menolongnya dari kejaran kucing kesayangan raja. Bebek itu
dengan berani mematuk kucing yang hampir menelan merpati. Dengan ketakutan
kucing itu melarikan diri dari serangan bebek. Dan hari ini, merpati terkejut
ketika mendengar bahwa raja meminta hidangan bebek panggang. Ia segera
menyelinap di antara hujan untuk memperingatkan sang bebek.
Bebek tertegun mendengar
keterangan merpati. Ia tahu hidupnya memang harus berakhir sebagai hidangan
raja. Ia berusaha menerima nasibnya begitu saja. Namun teman-temannya
berkumpul. Mereka tidak rela bebek akan disembelih. Selama ini bebeklah yang
berani melawan kucing sombong kesayangan raja. Kucing itu suka sekali
mengganggu binatang lain. Ia juga suka mengejek binatang peliharaan lain
sebagai binatang rendahan, tidak seperti dirinya yang sangat dipuja oleh raja. Teman-teman bebek ingin bebek selamat, maka
mereka segera memaksa bebek untuk melarikan diri.
Dalam hujan lebat dan angin
kencang, bebek terpaksa meninggalkan istana yang disayanginya. Ia meninggalkan
teman-teman baiknya supaya ia selamat. Dalam hati, suatu hari ia ingin kembali
bersama mereka. Bebek berusaha terbang meskipun ia bukan jenis unggas yang
pandai terbang. Beberapa kali ia terjatuh, namun ia berusaha bangkit kembali
dan pergi menjauhi istana. Ia menembus hujan deras dan angin yang disertai
petir. Suatu ketika kilatan besar petir menyambarnya. Suaranya keras
menggelegar, cahayanya demikian menyilaukan dan sengatannya demikian menusuk
seperti disengat ribuan lebah. Sang bebek pingsan dengan bulu-bulu yang gosong.
Pusing, itulah hal pertama yang
disadari bebek, ia perlahan membuka matanya…..silau….cahaya kuning ini begitu
terang. Ia memaksa membuka matanya dan dilihatnya ia berada di tempat yang
bertaburan cahaya kuning. “Inikah dunia kematian?” gumam bebek berusaha
bangun. “Tentu saja tidak!” kata sebuah
suara tiba-tiba. Suaranya demikian aneh, seperti suara anak-anak kecil yang
cempreng melengking. Bebek terkejut lalu melonjak berdiri. Dihadapannya banyak
makhluk kuning bulat bersegi 5. Seeprti buah belimbing yang diiris. Tapi tubuh
mereka mengeluarkan cahaya kuning. Dua matanya bulat dengan mulut yang mungil
tersenyum kepadanya. Makhluk itu mendekatinya,”Kau tersesat ke negeri kami,
negeri bintang.”
Bebek terbengong mendengar cerita
makhluk bintang itu, namanya Mimi. Ia bintnag mungil yang cantik, bintang yang
lain menghormatinya karena ternyata Mimi adalah ratu bintang. Mimi menceritakan
tentang kerajaannya yang saat ini sedang berperang melawan petir jahat.
Berhari-hari para bintang tak dapat menyinari bumi karena petir jahat itu
membawa arak-arakan awan hitam untuk menutupi bumi. Awan-awan itu adalah
tempatnya bermain. Alam telah mengatur bahwa petir dan bintang harus berbagi
bumi dalam 1 tahun. Ada bulan-bulan tertentu petir bisa membawa awan menutupi
bumi untuk bermain tetapi harus ada waktu pula petir harus menyembunyikan awan
agar bintang-bintang bisa menampakkan sinar indahnya kepada manusia bumi. Saat
manusia-manusia itu tersenyum melihat bintang di langit, senyum itu akan
memancarkan kekuatan yang berubah menjadi pasir cahaya bintang. Pasir-pasir
itulah yang membuat bintang bisa bersinar terang.
Namun, sudah sebulan ini petir
serakah, ia selalu menutupi bumi dengan awan, ia begitu egois dengan terus
bermain dan tidak mau bergantian dengan bintang untuk bisa bersinar. Pasir
bintang mulai menipis. Sudah sebulan takda kekuatan senyum manusia karena
mereka tak bisa melihat keindahan bintang di langit. Kerajaan bintang terancam
padam.
Bebek tertegun mendengar semua cerita
itu. Ia membayangkan betapa buruknya
langit tanpa bintang. “Aku hanya seekor bebek, kalau saja aku bisa menolong
kalian…”, kata bebek sedih dan merasa tak berguna. Mimi tersenyum, “Itu tidak
benar. Sudah lama kami mengamatimu, kau sangat baik. Dan suaramu itu
mengagumkan.” Bebek terperanjat, bagaimana bisa ratu bintnag ini mengatakan
suaranya mengagumkan. Bebek mendekati Mimi untuk memeriksa telinganya,
jangan-jangan telinga Mimi sudah rusak. Mimi terkejut,”Apa yang kau lakukan?”
Bebek tertawa, “Ha..ha..Aku hanya ingin tahu apakah telingamu masih baik.” Mimi
mengerutkan alisnya,”Kenapa kau pikir telingaku rusak?” tanya Mimi heran. Bebek
lalu mengeluarkan suaranya, “Kwek, kwek….kau dengar suaraku? Serak, cempreng,
kasar, tak ada merdunya sama sekali. Bagaimana kau bisa bilang suaraku
mengagumkan?”
Mimi mengerti, di dunia manusia,
suara bebek pasti dibilang tidak merdu. Tapi bagi para bintang, suara bebek
adalah penyelamat. Lalu kata Mimi, “Aku ingin minta tolong padamu, lawanlah
petir untuk kami. Bantulah kami untuk mendapatkan senyum manusia agar pasir
bintang kami bertambah banyak.” Bebek tambah heran, “Apa yang bisa kulakukan?
Aku hanya seekor bebek!” Mimi lalu membawa bebek ke ruang pusaka kerajaan. Di
salah satu dindingnya terlukis seekor bebek yang sedang berteriak melawan
petir.
Petir itu seperti naga yang bercahaya menyilaukan. Mimi menjelaskan
bahwa ulah nakal petir bukan hanya kali ini. Dulu ia pernah egois memakai
langit untuk membawa mendung hitam dan ia terus bermain tanpa peduli kerajaan
bintang telah kehilangan pasir bintangnya. Lalu datanglah bebek yang membantu.
Bebek itu mengeluarkan suara keras yang membuat petir takut lalu buru-buru
menggulung awan hitam dan membawanya pergi.
“Tolonglah kami dengan suaramu
yang serak kasar itu. Karena suara itulah yang ditakuti oleh petir.” Kata Mimi
lagi. Bebek benar-benar heran, ia tak percaya bahwa suaranya bisa membuat petir
takut. Tapi melihat Mimi memohonnya dengan sungguh-sungguh dan penuh
kepercayaan pada dirinya, bebek bersedia membantu meskipun ia ragu apakah
cerita Mimi benar. Ia berpikir, mungkin
ia akan mati disambar petir, dirinya tetap saja berakhir sebagai bebek
panggang. Tetapi kalupun saat ini harus menjadi bebek yang dipanggang petir,
kematiannya kali ini pasti lebih berharga dari pada berakhir menjadi bebek
panggang makanan raja, karena saat ini bebek mati demi menolong negri bintang.
Bebek segera terbang menuju
gumpalan awan hitam. Ia mencari petir di sela-sela awan itu. Petir baru saja
menyambar atap rumah seorang penduduk sampai terbakar. Ia tertawa-tawa saat
melesat kembali ke gumpalan awan. Membuat rumah atau pohon-pohon terbakar
sangat menyenangkan baginya. Bebek menghadangnya,”Berhenti!” kata bebek
menghentikan petir. Petir terkejut
melihat kehadiran bebek, makhluk itu sudah disengatnya tadi, ternyata ia masih
hidup meskipun bulu-bulunya sedikit gosong. Petir tertawa meremehkannya,”Ha..ha..ha..berani
sekalu makhluk jelek sepertimu menghentikanku! Apa kau ingin kujadikan bebek
panggang gosong?” Bebek sejenak merasa ngeri membayangkan dirinya tersengat
petir lalu gosong dan mati. Namun ia teringat akan kepercayaan Mimi kepada
dirinya. Lalu kata Bebek,”Kau harus berhenti bermain, bulan ini adalah giliran
negri bintnag untuk memiliki langit. Pasir bintang mereka hampir habis, mereka
harus bersinar cerah untuk mendapatkan kekuatan senyum manusia.”
Petir tersenyum sinis, “Ah,
biarkan saja, itu bukan urusanku. Aku masih ingin bermain!” kata petir tak
peduli. “Kau tidak usah ikut campur, kau hanya makhluk jelek yang akan
disembelih dan menjadi makanan raja kan? Pergilah sebelum aku memanggangmu
sampai gosong!” Kata petir lagi sambil melesat pergi hendak menyambar pohon
tinggi. Bebek segera menghadangnya. Petir marah karena dihalangi, ia mulai
menyerang bebek dengan kilatnya. Beruntung bebek bisa menghindar. Kali ini
bebek segera mengeluarkan suara ‘Kwek’ nya dengan setengah ragu. Suara yang
ragu itu ternyata membuat petir menutup telinganya dan berteriak,”Hei! Pelankan
suaramu! Dasar suara jelek! Suaramu itu menyakiti telingaku!” Melihat tingkah
petir itu, bebek semakin percaya diri. Ia segera mengeluarkan suara ‘Kwek’nya
dengan lebih keras dan mantap. Petir kembali menutup telinganya yang kesakitan.
Bebek terus menghujani petir dengan suaranya yang serak kasar. Ia membuat
suaranya semakin keras. Petir benar-benar kesakitan,”Hentikaaaan! Ampun,
hentikan! Aku tidak tahan lagi!”
Petir kemudian bersedia
menyingkirkan gumpalan awan hitam dan membawanya pulang ke langit. Ia berjanji
akan bergantian dengan bintang. Ia akan bermain bersama awan hanya saat musim
hujan saja.
Sambil ketakutan, petir segera
menggulung awan hitam dan pergi. Bintang-bintnag segera bertengger di langit,
mereka saling bekerja sama untuk membentuk lukisan indah. Malam itu, banyak
manusia keluar rumah memandang ke langit dengan tersenyum. Mereka kagum dengan
keindahan bintang, ada yang berbaris membentuk kalajengking, ada juga yang
berbaris membentuk dewi cantik. Senyum manusia yang mengagumi bintnag begitu
banyak. Kekuatan besar mengalir ke negri bintnag dan menjadikan negri itu
dihujani pasir bintang yang bercahaya terang. Bintang-bintang itu semakin
cemerlang, mereka bersuka ria dan semakin indah dilangit.
Mimi mengucapkan terima kasih
kepada bebek. Ia terharu karena kerajaannya selamat. Bebek pun berterima kasih
kepada Mimi karena membuatnya merasa berharga sebagai bebek. Mungkin ia tidak
dihargai di istana tetapi ia merasa senang bahwa kerajaan bintnag menganggapnya
sebagai pahlawan. Mimi kemudian menghadiahkan pasir bintang kepada bebek. Bebek
terbengong, untuk apa pasir itu bagi dirinya. Mimi menyodorkan pasir bintang
itu ke mulut bebek. “Makanlah, ini enak”,
kata Mimi. Dengan ragu-ragu bebek memakan pasir-pasir itu. Tiba-tiba
bebek berubahmenjadi berwarna emas. Bulu-bulunya yang gosong menjadi kuning
cerah bersinar. Bebek melihat dirinya tampak hebat dengan cahaya emas itu.
Belum pernah ada hewan secantik itu. Bebek sangat berterima kasih kepada Mimi.
Hadiahnya itu mengagumkan.
Bebek berpamitan kepada Mimi, ia
ingin pulang ke istana. “Aku akan pulang ke istana, kini pasti aku tidak akan
disembelih dan dimasak oleh raja. Dagingku yang berubah menjadi emas pasti
tidak enak untuk dimakan”. Mimi tertawa
mendengarnya. Mimi mengantar bebek keluar istananya dan berpesan agar bebek
sering mampir ke istananya. Bebek mengangguk, lalu ia terbang menuju istana.
Hari itu raja sedang tersenyum
melihat langit, ia dikejutkan dengan bintang jatuh yang menuju istananya. Raja
berteriak keras-keras,”Bintang itu jatuh ke istanaku, cari dan bawa
kehadapanku!” kata raja kepada para pengawalnya. Para pengawal itu bergegas
mencari bintang yang dimaksud lalu dibawa ke hadapan raja. Dengan senang Raja
menyambut bintnag jatuh itu, tapi kemudian,”Kwek!” suara itu mengejutkan raja.
Ternyata bintang jatuh itu adalah seekor bebek berwarna emas menyala. Sejak
hari itu bebek menjadi peliharaan raja yang paling disayangi. Bebek tidak
menjadi sombong karenanya, ia tetap baik dan selalu menolong teman-temannya.
Kucig kesayangan raja yang selama
ini sombong dan jahat kepada hewan peliharaan lain, diusir dari istana karena
ketahuan mencuri ikan goreng hidangan raja. Ia juga ketahuan merobek jubah raja
dengan kuku-kukunya. Kucing istana pergi diantar gelak tawa hewan peliharaan
lain yang pernah disakiti. Mereka sekarang gembira di bawah perlindungan bebek
emas yang baik hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar