Minggu, 17 September 2017

Burung Hantu dan Elang

Cerita Burung Hantu, dongeng anak, cerita anak, burung elang, burung hantu
Burung Hantu dan Elang

Senja merambat menutup siang. Semburat gelap mulai menyelimuti cakrawala, mengusir matahari untuk segera turun tahta. Burung elang terbang tinggi untuk pulang. Sayapnya yang lebar dan kuat membentang di langit jingga. Siluet  hitamnya terlihat perkasa laksana penguasa langit.
Sepasang mata bulat memperhatikan burung elang dengan sangat takjub. Matanya terus memperhatikan hingga burung elang itu menghilang di balik bukit. Alangkah menyenangkannya bila dirinya bisa terbang setinggi elang itu. Namun ketika ia memperhatikan dirinya, dua sayap pendek yang lebar hanya bisa membuatnya terbang rendah. Setiap malam ia harus bertengger di dahan-dahan pohon menunggu mangsa. Ia tak bisa terbang tinggi dan mengawasi hamparan rumput yang luas untuk memburu mangsa. Matanya demikian bulat, lucu seperti badut, berbeda sekali dengan mata elang yang demikian tajam menggambarkan sebuah ketegasan laksana ksatria. Ia hanyalah burung hantu dengan muka yang lucu.

Seekor burung hantu yang lebih besar menghampirinya sambil mencengkeram seekor tikus yang berhasil ditangkap. “Kau membiarkan buruanmu lepas begitu saja, nak?” tanya ibu burung hantu itu. Burung hantu muda terkejut dengan kedatangan ibunya. Pertanyaan itu serasa teguran yang membangunkannya dari lamunan tentang burung elang. “Maaf ibu……”, hanya kata itu yang terucap. Ia merasa malu menerima mangsa dari ibunya, padahal ia sudah cukup dewasa untuk berburu sendiri.
“Owi”, demikian ibunya memanggil burung hantu muda. “Apa yang membuatmu risau nak?” tanya ibunya lagi. Owi tampak ragu sejenak, namun akhirnya ia menceritakan tentang rasa irinya terhadap burung elang yang dilihatnya tadi. Ibunya tertawa mendengar cerita Owi. Lalu dengan sedikit pelukan sayapnya, ibu menasehati, “Owi, setiap makhluk hidup telah diberikan bakat masing-masing. Tak ada yang lebih sempurna segalanya dari yang lain. Temukan bakatmu dan kenalilah sebagai kelebihanmu. Bakat setiap makhluk hidup hendaknya digunakan untuk saling bekerja sama dan saling melengkapi. Bersabarlah nak, suatu hari kau akan tahu betapa beruntungnya kita menjadi burung hantu…”
Hari berlalu, Owi masih belum menemukan arti dari kata-kata ibunya. Ia terus mencari-cari apa kelebihannya dibanding dengan burung yang lain. Namun rasanya sia-sia dan ia terus menggerutu kecewa sebagai burung hantu.
Suatu hari, suara menggelegar terdengar memecah keheningan malam. Semburan-semburan bara yang memerah tampak keluar dari puncak gunung di dekat hutan itu. Malam yang gelap, burung-burung beterbangan menjauhi puncak gunung yang sedang meletus. Mereka terbang tak tentu arah. Owi bergegas menjauhi puncak gunung bersama ibunya. Ia melihat teman-temannya burung jenis yang lain ikut kalang kabut ketakutan. Banyak dari mereka yang terjatuh karena menabrak dahan-dahan pohon. Beberapa kali Owi berteriak memperingatkan burung – burung lain agar tak salah arah terbang. Owi heran karena mereka terlihat buta di malam hari, terbang sembarangan dan menabrak dahan-dahan sampai terjatuh.
Suatu ketika, Owi melihat burung elang terbang di dekatnya, burung itu begitu cepat melesat, sungguh hebat. Namun tiba-tiba…. Bruk!... burung elang itu terjatuh menabrak batang pohon. Owi terkejut. Dengan spontan ia menghampiri burung elang dan menolongnya bangkit. “Ayolah, kita harus bergegas sebelum batu-batu panas itu mengenai kita!” teriak Owi berusaha menarik burung elang itu untuk bangkit dan terbang kembali. Burung elang itu berusaha bangkit, kepalanya terasa pusing, namun dicobanya untuk terbang. Dan baru saja ia terbang sebentar, ia hampir menabrak pohon lagi. Beruntung Owi berhasil menariknya untuk menghindar. Owi heran melihat hal itu, apakah demikian pusingnya hingga burung elang itu tak melihat. Beberapa kali burung elang itu hendak menabrak pohon lagi dan beberapa kali pula Owi berhasil menolongnya.
“Hei!..Ada apa denganmu? Mengapa kau tidak menghindari dahan-dahan pohon? Apakah sayapmu terluka?” , tanya Owi bertubi-tubi penuh keheranan. Burung elang itu mengeluh, beberapa kali ia mengusap matanya, lalu katanya, “ Aku tidak bisa melihat dalam kegelapan….” Jawaban ini membuat Owi tercengang. Burung elang yang terkenal dengan mata yang begitu tajam ternyata tak bisa melihat dalam kegelapan. Tak seperti dirinya, ia begitu mudah mengawasi mangsanya setiap malam. Tak ada kesulitan sama sekali baginya untuk melihat dalam gelap. Saat itu juga, Owi teringat akan perkataan ibunya, “Owi, setiap makhluk hidup telah diberikan bakat masing-masing. Tak ada yang lebih sempurna segalanya dari yang lain. Temukan bakatmu dan kenalilah sebagai kelebihanmu. Bakat setiap makhluk hidup hendaknya digunakan untuk saling bekerja sama dan saling melengkapi. Bersabarlah nak, suatu hari kau akan tahu betapa beruntungnya kita menjadi burung hantu..”
Owi tersenyum, “Jadi ini yang disebut bakatku?” bisik Owi lirih, “Bakatku untuk bisa melihat dalam gelap. Kemampuan melihatku di malam hari bisa melebihi ketajaman mata elang!” pemikiran itu membuat Owi demikian gembira dan lalu tak sadar ia berseru dengan gembira,”Ini hebat!”  Burung elang terkejut dengan teriakan Owi, ia heran melihat tingkah Owi saat itu. “Apa yang kau bilang hebat?”, tanya burung elang. pertanyaan itu membuat Owi gugup, “Oh,..ti…ti..dak..tidak…..bukan apa-apa….”
Burung elang mencoba menatapnya namun hanya tampak bayang-bayang siluet burung hantu tanpa ia bisa melihat raut muka burung hantu muda itu. Lalu Owi teringat kata-kata ibunya bahwa bakat masing-masing makhluk hendaknya digunakan untuk saling melengkapi. Di saat yang sama sebuah batu berpijar jatuh di dekat mereka dan membuat mereka terkejut. “Apa itu?” tanya burung elang mengagetkan. “Batu berpijar dari gunung api, sudah sampai ke sini!”, jawab Owi ketakutan. “Kita harus segera pergi! Ayo kita terbang lagi. Aku tak bisa terbang cepat, aku harus bergegas!” kata Owi panik.
“Aku bisa terbang cepat, tapi aku tak bisa melihat dalam gelap!” keluh burung elang. Owi sontak berseru,” Aku bisa melihat dalam gelap! Aku akan membantumu!” Burung elang menyetujui usulan burung hantu. “Naiklah ke punggungku, aku akan terbang cepat, kau yang mengarahkanku untuk terbang!” kata burung elang. Owi tidak membuang waktu, ia segera melompat ke punggung elang. Sekejap saja burung elang telah melesat ke angkasa, Owi berteriak-teriak memberi aba-aba agar tidak menabrak dahan-dahan pohon.
Burung elang terus melesat dan membawa Owi terbang tinggi. Sesekali ia menukik menghindari batu pijar. Tak terasa, elang terbang begitu jauh dan tinggi. Gunung melatus itu tampak kecil di belakang mereka. Letusannya tak lagi menjangkau mereka. Owi merasa lega. Udara yang menerpa wajahnya begitu dingin, suatu ketika Owi merasakan sapuan titik-titik air yang demikian dingin. Owi terkejut, gumpalan-gumpalan putih itu terasa amat dingin. “Awan? Inikah awan?” seru Owi takjub. Burung elang tersenyum, katanya, “Kelihatannya kau tak pernah ke sini.” Owi masih takjub melihat sekitarnya, ia melupakan hawa dingin menusuk yang menerpa dirinya. Owi terlalu gembira menyadari dirinya terbang demikian tinggi. “Ini hebat! Aku terbang tinggi!”, seru Owi kegirangan. Ia sibuk melongok kanan kiri menikmati suasana ketinggian yang selama ini hanya bisa dibayangkannya.
“Berpeganglah lebih erat!” seru elang. Rupanya kegembiraan Owi terasa sebuah pujian bagi elang. Elang ingin membuat Owi lebih bergembira lagi. Ia akan membawa Owi terbang lebih tinggi. Owi berseru semakin kegirangan, elang itu membawanya terbang di atas awan. Bintang-bintang tampak begitu indah dari atas sini. Owi terus berseru kegirangan.  Sampai suatu kali, elang menjatuhkan Owi dari punggungnya. Owi terperanjat, merasa jatuh, ia berteriak ketakutan setengah mati. “Toloooong!”, teriak Owi. “Rentangkan sayapmu nak!, jaga keseimbangan, bentangkan saja lebar-lebar tanpa perlu kau kepakkan. Angin akan menopangmu! Tetaplah tegak! Berusahalah!” , seru burung elang memberi semangat. Ia terus mengarahkan cara terbang yang baik kepada Owi. Mula-mula Owi selalu oleng dan terus menukik ke bawah, namun kemudian ia terus berusaha untuk seimbang. Akhirnya ia bisa membentangkan sayap dengan seimbang.
Owi terbang, seperti elang, di ketinggian langit malam. Ia sangat bahagia sampai menangis. “Terima kasih! Bagaimana aku membalas kebaikanmu?” , kata Owi terharu. Burung elang tersenyum, ia senang melihat Owi begitu gembira. Kekaguman dan kegembiraan Owi membuat elang merasa menjadi burung yang berharga. Lalu kata elang itu kepada Owi, “ Kau sudah menyelamatkanku dari gunung api itu nak! Kurasa mulai sekarang kita bisa berteman!” Perkataan itu terdengar begitu indah. Betapa menyenangkan bisa berteman dengan burung elang, burung yang paling dikagumi semua burung.
Owi tidak lagi merasa iri. Kini ia tahu bahwa setiap burung memiliki bakat masing-masing dan betapa indahnya ketika bakat itu digunakan untuk saling melengkapi dan bekerja sama. Mereka bisa selamat dari bahaya letusan gunung api karena sudah bekerja sama dengan bakat masing-masing, elang yang pandai terbang, dan Owi yang bisa melihat dalam kegelapan.

4 komentar:

  1. Semangat mba,, bagus2 semua ceritanya😊

    BalasHapus
  2. Luar biasa, cerita yang sangat bijak dan menarik untuk dituturkan..dari generasi ke generasi

    BalasHapus
  3. Luar biasa, cerita yang sangat bijak dan menarik untuk dituturkan..dari generasi ke generasi

    BalasHapus