|
Memasak Matahari |
Malida mengucek matanya saat ibu membuka jendela kamar
lebar-lebar. Ia memandang keluar dan mencari-cari bola cahaya yang biasanya
tampak merah berkilauan di ufuk timur. Matahari biasanya tampak indah saat
fajar tiba. Bola berkilau itu terasa tersenyum menyucapkan selamat pagi kepada
Malida saat ia bangun tidur. Tapi hari itu, Malida tak melihat kilau matahari.
Bola besar di langit itu kini tampak kehitaman, hanya ada bercak-bercak kecil
cahaya api yang hampir padam. Matahari tampak sekarat kehilangan cahayanya.
“Ibu… mengapa matahari warnanya hitam begitu?” tanya Malida pada ibunya. Wajah
ibu yang selalu cantik, hari itupun terlihat penuh kekhawatiran, namun ibu
tetap tersenyum, katanya, “Nak…matahari sedang sakit, cahanyanya hampir habis”.
Malida menatap ibunya sambil sesekali melirik matahari, “ Kalau begitu, ayo ibu
kita cari obat untuk matahari, kasihan ia sakit!” Ibu tak menjawab ia hanya
mengangguk sambil tersenyum getir.