Raja dan Burung Pelangi |
Mendung gelap berarak
memenuhi cakrawala kerajaan Ciptabumi. Awan hitam bergulung-gulung membentuk
gumpalan-gumpalan menyeramkan seakan langit hendak runtuh. Siang itu bagaikan
malam yang larut. Gemuruh halilintar susul menyusul mengiringi kilatan-kilatan
petir di langit. Sesekali suaranya keras sekali seperti sebuah ledakan yang
memekakkan telinga. Sudah dua hari lamanya keadaan itu tidak berubah.
Raja Sucipta segera berunding
dengan para penasehatnya. Mereka berpendapat bahwa saat itu mereka tidak
memiliki cukup kekuatan untuk mengalahkan penyihir jahat yang sakti itu. Dengan
kekuatannya yang terus bertambah dari rasa takut anak-anak, maka akan sulit
bagi ksatria manapun di kerajaan Ciptabumi untuk dapat mengalahkan sang
penyihir. Kekuatan penyihir tersebut harus dilemahkan dengan menghentikan rasa
takut anak-anak terhadap kegelapan mendung dan halilintar yang bergemuruh.
Raja Sucipta kemudian
mengumpulkan seluruh badut dan pelawak kerajaan. Mereka diperintahkan untuk
menghibur seluruh anak-anak di kerajaan Ciptabumi agar mereka berhenti
ketakutan dan berubah menjadi keceriaan. Puluhan badut dan pelawak kemudian
menyebar ke seluruh penjuru kerajaan untuk menghibur anak-anak. Mereka
berpakaian warna-warni dan berbentuk lucu, mereka juga menari dan menyanyi atau
menceritakan hal-hal lucu yang bisa membuat anak-anak tertawa. Namun usaha
mereka sulit dilaksanakan. Anak-anak bahkan takut keluar rumah untuk menonton
pertunjukan. Ketika gemuruh halilintar terdengar keras, mereka kembali menjadi
takut. Lama kelamaan, bukan hanya anak-anak
yang merasa takut, para badut dan pelawak itupun mulai merasa takut dengan
gemuruh kegelapan dan suara halilintar.
Raja Sucipta merasa sedih
bahwa usaha menghibur anak-anak itu tidak berhasil. Kekuatan penyihir tampaknya
semakin kuat, kini bukan hanya awan hitam dan gemuruh petir, tapi juga mulai
bertiup angin kencang. Bahkan raja baru saja mendapat laporan adanya angin
putting beliung sebesar tiang istana muncul di beberapa tempat. Pusaran angin
itu merusak apa saja yang dilewatinya. Kekacauan di kerajaan itu kian
menakutkan. Sang Raja kian bersedih, rakyat pasti menderita menghadapi bencana
angin dan petir, sedangkan untuk melawan
kekuatan penyihir itu, raja merasa tidak berdaya. Raja duduk di kursi perpustakaan
kerajaan, matanya terpejam berpikir keras mencari penyelesaian.
Tiba-tiba seorang anak kecil
menyentuh lengannya. Wajahnya sangat cantik dan mungil, mungkin usianya baru 5
atau 6 tahun. Ia datang membawa selembar kertas dengan gambar mendung hitam dan
petir. Gambar itu tampak seperti kerajaan Ciptabumi sekarang. Raja
memperhatikan anak itu, sejenak raja merasa heran, seluruh anak-anak di
kerajaan itu selalu ketakutan, tapi gadis kecil ini, tak tampak ketakutan di
wajahnya. “Kau tidak takut melihat awan hitam itu?” tanya raja keheranan. Gadis
kecil itu menggeleng sambil tersenyum. Mendadak munculah harapan di pikiran Raja,”Bagaimana
caranya kau tidak takut?’’ tanya raja lagi penuh semangat. Gadis kecil itu
menunjukkan gambar yang baru saja ia buat. Awan hitam itu tampak bergulung di
atas kerajaan, namun gadis itu menambahkan beberapa lengkungan warna warni
menghiasi gumpalan-gumpalan awan. Warna cerah lengkungan-lengkungan itu tampak
indah di atas dasar warna hitam dari mendung. Kilat yang bercabang-cabang itu
tampak seperti lampu hias dalam sebuah pesta. Gadis itu juga menambahkan
lukisan beberapa burung terbang dengan ekornya yang panjang menjuntai penuh
warna. Pemandangan langit mendung penuh petir itu tidak lagi tampak
menyeramkan.
Raja tercenung, gadis ini
merasa tidak takut karena ia bisa menghiasi langit hitam di gambarnya dengan
banyak warna. Tapi bagaimana mewarnai mendung yang sungguhan berarak di langit
Ciptabumi? Raja memperhatikan gambar gadis kecil itu lagi. Tiba-tiba matanya
tertambat pada burung itu. Ingatan raja melayang pada masa kecilnya bersama
kakek. Suatu hari Kakek pernah menunjukkan sebuah buku tua yang menceritakan
tentang kesaktian seekor burung yang mampu mengeluarkan cahaya warna warni dari
ekornya. Cahaya itu akan berubah menjadi permata ketika titik-titik hujan mengguyurnya.
Burung itu selalu tertidur di sebuah puncak gunung dan akan terbangun bila
mendengar tiupan seruling kencana. “Burung pelangi!” pekik raja tiba-tiba. Raja
tersenyum merasa menemukan cara mengusir ketakutan anak-anak. Ia memeluk gadis
itu dan mengucapkan terima kasih telah membangkitkan ingatannnya waktu masih
kecil.
Raja melesat menunggangi
kudanya menuju tempat penyimpanan seruling kencana. Seruling itu adalah pusaka
turun-temurun yang diwariskan sejak kakek buyut raja. Tempatnya cukup sulit
dijangkau. Raja harus mendaki sebuah tebing dan membuka pintu rahasia di salah
satu dindingnya. Hanya ia yang bisa membuka tempat itu dengan cincin kerajaan
di tangan kanannya. Raja memacu kudanya dengan cepat. Hujan telah turun dan
mulai deras. Butir-butirnya yang besar terasa sakit saat membentur permukaan
kulitnya. Dua tiang angin yang berputar itu mendadak bergerak menghadang
perjalanan raja. Kedua pusaran itu bersatu membentuk pusaran besar bergerak
menuju ke arah raja. Sang raja memacu kudanya lebih cepat, namun angin itu
ternyata bergerak lebih cepat hingga dapat menjangkau raja.
Kuda yang ditunggangi raja
menjadi panik, ia bergerak tanpa kendali karena ketakutan. Dengan susah payah,
raja menenangkan kudanya. Kemudian raja melompat dan menyusup di antara
tebing-tebing menuju ke arah bukit penyimpanan senjata. Raja meninggalkan
mahkota dan jubahnya di atas punggung kuda yang terus berlari tak tentu arah.
Pusaran angin itu mengejar kuda yang disangkanya masih ditunggangi raja.
Setelah berlari di antara tebing, sampailah raja ke bukit penyimpanan senjata.
Raja mulai mendaki tebing curam untuk membuka pintu ruang penyimpanan. Air
hujan yang mengguyur membuat tebing itu menjadi licin. Beberapa kali raja
tergelincir, namun dengan tekad kuat, raja terus mendaki. Tebing itu kian curam
hingga raja harus bergelantungan menuju pintu rahasia. Dengan susah payah, raja
membuka kunci pintu itu dengan cincinnya, begitu pintu terbuka, raja segera
masuk ke dalam dan pada saat yang sama, sebuah petir menyambar pintu tersebut.
Raja terpelanting ke dalam ruangan, namun ia selamat. Ia segera berlari menuju
seruling itu disimpan.
Sebuah seruling terbuat dari
emas putih, berhiaskan permata biru. Raja meraih seruling itu dan berjalan
menuju puncak bukit. Dengan mata terpejam, raja mulai meniup serulingnya, ia
memainkan nada-nada khusus yang diajarkan oleh kakeknya untuk membangunkan
burung permata. Beberapa petir mulai menyambar di sekitar tempat raja meniup
seruling, namun tempat itu telah terlindung oleh tiang-tiang batu yang menagkap
petir sebelum sempat mengenai raja. Raja terus berkonsentrasi meniup serulingnya.
Ketika ia selesai memainkan tiga buah bait, tampaklah cahaya warna-warni
melesat dari sebuah puncak gunung yang tinggi.
Cahaya itu berpendar indah dari
sebuah burung yang terbang. Ekornya yang panjang berwarna warni mengeluarkan
cahaya yang tertinggal di sepanjang jalur penerbangannya. Cahaya itu tampak
seperti lengkungan-lengkungan pita berwarna warni menghiasi mendung hitam.
Burung itu terus terbang dan menghiasi langit dengan banyak warna. Beberapa
sinarnya berubah menjadi butiran-butiran permata yang bergemerincing jatuh ke
bumi. Suaranya bagai lonceng-lonceng kecil
yang bergemerincing indah mengiringi suara seruling ynag mengalunkan lagu
merdu. Suara itu mampu mengalahkan suara gemuruh petir dan angin yang berpusar.
Suara indah itu membuat semua
penduduk penasaran. Mereka menengok ke luar untuk mencari tahu suara merdu
apakah yang bergema diseluruh kerajaan. Begitu mereka melihat permata
berjatuhan, semua orang keluar dari rumahnya dan memandang ke langit, alangkah
terkejutnya mereka melihat keindahan lengkungan-lengkungan warna yang begitu
indah. Langit mendung itu kini tak tampak lagi menakutkan. Anak-anak mulai
tersenyum karena takjub. Ketakutan mereka hilang dan berubah menjadi keceriaan.
Mereka semakin gembira saat merentangkan tangan menangkap butir-butir permata.
Sesekali mereka sibuk mengumpulkan butir-butir yang sudah menggelinding di
tanah. Seluruh rakyat bergembira.
Ketakutan telah sirna,
berubah menjadi kegembiraan. Semua itu melemahkan kekuatan ketakutan yang
dikumpulkan oleh penyihir. Kekuatan kegembiraan itu jauh lebih besar dari
kekuatan ketakutan hingga mampu membuat bola kristal penyihir pecah berantakan.
Penyihir kehilangan kekuatannya. Mendung mulai sirna, angin berpusarpun lenyap.
Langit semakin indah dengan warna biru yang berhias lengkungan warna-warni.
Penduduk kemudian menamai lengkung warna itu pelangi. Mulai saat itu, anak-anak
tak takut lagi ketika mendung gelap dan hujan datang, karena setelahnya selalu
muncul pelangi di langit kerajaan Ciptabumi.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus