Kamis, 09 April 2020

RAJA DAN BURUNG PELANGI



Cerita Bijak
Raja dan Burung Pelangi


Mendung gelap berarak memenuhi cakrawala kerajaan Ciptabumi. Awan hitam bergulung-gulung membentuk gumpalan-gumpalan menyeramkan seakan langit hendak runtuh. Siang itu bagaikan malam yang larut. Gemuruh halilintar susul menyusul mengiringi kilatan-kilatan petir di langit. Sesekali suaranya keras sekali seperti sebuah ledakan yang memekakkan telinga. Sudah dua hari lamanya keadaan itu tidak berubah.
Raja Sucipta mulai berpikir bahwa mendung itu bukan lagi mendung biasa. Diutuslah seorang ksatria untuk menyelediki keadaan dan ternyata kegelapan terebut berasal dari seorang penyihir jahat yang sedang mengumpulkan kekuatan rasa takut dari seluruh anak-anak di kerajaan Ciptabumi. Perasaan takut Anak-anak yang muncul saat melihat mendung gelap dengan gemuruh petir, akan memberi kekuatan pada bola kristal hitamnya sebagai sumber kekuatan sihir. Tangis ketakutan anak-anak mulai terdengar di hampir seluruh kerajaan Ciptabumi. Bahkan orang tua yang lelah menenangkan mereka mulai merasa cemas dan takut menghadapi mendung yang tak kunjung sirna. Kecemasan para orang tua itu semakin memberi kekuatan pada bola kristal penyihir.

Raja Sucipta segera berunding dengan para penasehatnya. Mereka berpendapat bahwa saat itu mereka tidak memiliki cukup kekuatan untuk mengalahkan penyihir jahat yang sakti itu. Dengan kekuatannya yang terus bertambah dari rasa takut anak-anak, maka akan sulit bagi ksatria manapun di kerajaan Ciptabumi untuk dapat mengalahkan sang penyihir. Kekuatan penyihir tersebut harus dilemahkan dengan menghentikan rasa takut anak-anak terhadap kegelapan mendung dan halilintar yang bergemuruh.

Raja Sucipta kemudian mengumpulkan seluruh badut dan pelawak kerajaan. Mereka diperintahkan untuk menghibur seluruh anak-anak di kerajaan Ciptabumi agar mereka berhenti ketakutan dan berubah menjadi keceriaan. Puluhan badut dan pelawak kemudian menyebar ke seluruh penjuru kerajaan untuk menghibur anak-anak. Mereka berpakaian warna-warni dan berbentuk lucu, mereka juga menari dan menyanyi atau menceritakan hal-hal lucu yang bisa membuat anak-anak tertawa. Namun usaha mereka sulit dilaksanakan. Anak-anak bahkan takut keluar rumah untuk menonton pertunjukan. Ketika gemuruh halilintar terdengar keras, mereka kembali menjadi takut. Lama kelamaan, bukan hanya anak-anak  yang merasa takut, para badut dan pelawak itupun mulai merasa takut dengan gemuruh kegelapan dan suara halilintar.

Raja Sucipta merasa sedih bahwa usaha menghibur anak-anak itu tidak berhasil. Kekuatan penyihir tampaknya semakin kuat, kini bukan hanya awan hitam dan gemuruh petir, tapi juga mulai bertiup angin kencang. Bahkan raja baru saja mendapat laporan adanya angin putting beliung sebesar tiang istana muncul di beberapa tempat. Pusaran angin itu merusak apa saja yang dilewatinya. Kekacauan di kerajaan itu kian menakutkan. Sang Raja kian bersedih, rakyat pasti menderita menghadapi bencana angin dan petir, sedangkan untuk  melawan kekuatan penyihir itu, raja merasa tidak berdaya. Raja duduk di kursi perpustakaan kerajaan, matanya terpejam berpikir keras mencari penyelesaian.

Tiba-tiba seorang anak kecil menyentuh lengannya. Wajahnya sangat cantik dan mungil, mungkin usianya baru 5 atau 6 tahun. Ia datang membawa selembar kertas dengan gambar mendung hitam dan petir. Gambar itu tampak seperti kerajaan Ciptabumi sekarang. Raja memperhatikan anak itu, sejenak raja merasa heran, seluruh anak-anak di kerajaan itu selalu ketakutan, tapi gadis kecil ini, tak tampak ketakutan di wajahnya. “Kau tidak takut melihat awan hitam itu?” tanya raja keheranan. Gadis kecil itu menggeleng sambil tersenyum. Mendadak munculah harapan di pikiran Raja,”Bagaimana caranya kau tidak takut?’’ tanya raja lagi penuh semangat. Gadis kecil itu menunjukkan gambar yang baru saja ia buat. Awan hitam itu tampak bergulung di atas kerajaan, namun gadis itu menambahkan beberapa lengkungan warna warni menghiasi gumpalan-gumpalan awan. Warna cerah lengkungan-lengkungan itu tampak indah di atas dasar warna hitam dari mendung. Kilat yang bercabang-cabang itu tampak seperti lampu hias dalam sebuah pesta. Gadis itu juga menambahkan lukisan beberapa burung terbang dengan ekornya yang panjang menjuntai penuh warna. Pemandangan langit mendung penuh petir itu tidak lagi tampak menyeramkan.

Raja tercenung, gadis ini merasa tidak takut karena ia bisa menghiasi langit hitam di gambarnya dengan banyak warna. Tapi bagaimana mewarnai mendung yang sungguhan berarak di langit Ciptabumi? Raja memperhatikan gambar gadis kecil itu lagi. Tiba-tiba matanya tertambat pada burung itu. Ingatan raja melayang pada masa kecilnya bersama kakek. Suatu hari Kakek pernah menunjukkan sebuah buku tua yang menceritakan tentang kesaktian seekor burung yang mampu mengeluarkan cahaya warna warni dari ekornya. Cahaya itu akan berubah menjadi permata ketika titik-titik hujan mengguyurnya. Burung itu selalu tertidur di sebuah puncak gunung dan akan terbangun bila mendengar tiupan seruling kencana. “Burung pelangi!” pekik raja tiba-tiba. Raja tersenyum merasa menemukan cara mengusir ketakutan anak-anak. Ia memeluk gadis itu dan mengucapkan terima kasih telah membangkitkan ingatannnya waktu masih kecil.

Raja melesat menunggangi kudanya menuju tempat penyimpanan seruling kencana. Seruling itu adalah pusaka turun-temurun yang diwariskan sejak kakek buyut raja. Tempatnya cukup sulit dijangkau. Raja harus mendaki sebuah tebing dan membuka pintu rahasia di salah satu dindingnya. Hanya ia yang bisa membuka tempat itu dengan cincin kerajaan di tangan kanannya. Raja memacu kudanya dengan cepat. Hujan telah turun dan mulai deras. Butir-butirnya yang besar terasa sakit saat membentur permukaan kulitnya. Dua tiang angin yang berputar itu mendadak bergerak menghadang perjalanan raja. Kedua pusaran itu bersatu membentuk pusaran besar bergerak menuju ke arah raja. Sang raja memacu kudanya lebih cepat, namun angin itu ternyata bergerak lebih cepat hingga dapat menjangkau raja.

Kuda yang ditunggangi raja menjadi panik, ia bergerak tanpa kendali karena ketakutan. Dengan susah payah, raja menenangkan kudanya. Kemudian raja melompat dan menyusup di antara tebing-tebing menuju ke arah bukit penyimpanan senjata. Raja meninggalkan mahkota dan jubahnya di atas punggung kuda yang terus berlari tak tentu arah. Pusaran angin itu mengejar kuda yang disangkanya masih ditunggangi raja. Setelah berlari di antara tebing, sampailah raja ke bukit penyimpanan senjata. Raja mulai mendaki tebing curam untuk membuka pintu ruang penyimpanan. Air hujan yang mengguyur membuat tebing itu menjadi licin. Beberapa kali raja tergelincir, namun dengan tekad kuat, raja terus mendaki. Tebing itu kian curam hingga raja harus bergelantungan menuju pintu rahasia. Dengan susah payah, raja membuka kunci pintu itu dengan cincinnya, begitu pintu terbuka, raja segera masuk ke dalam dan pada saat yang sama, sebuah petir menyambar pintu tersebut. Raja terpelanting ke dalam ruangan, namun ia selamat. Ia segera berlari menuju seruling itu disimpan.

Sebuah seruling terbuat dari emas putih, berhiaskan permata biru. Raja meraih seruling itu dan berjalan menuju puncak bukit. Dengan mata terpejam, raja mulai meniup serulingnya, ia memainkan nada-nada khusus yang diajarkan oleh kakeknya untuk membangunkan burung permata. Beberapa petir mulai menyambar di sekitar tempat raja meniup seruling, namun tempat itu telah terlindung oleh tiang-tiang batu yang menagkap petir sebelum sempat mengenai raja. Raja terus berkonsentrasi meniup serulingnya. Ketika ia selesai memainkan tiga buah bait, tampaklah cahaya warna-warni melesat dari sebuah puncak gunung yang tinggi. 

Cahaya itu berpendar indah dari sebuah burung yang terbang. Ekornya yang panjang berwarna warni mengeluarkan cahaya yang tertinggal di sepanjang jalur penerbangannya. Cahaya itu tampak seperti lengkungan-lengkungan pita berwarna warni menghiasi mendung hitam. Burung itu terus terbang dan menghiasi langit dengan banyak warna. Beberapa sinarnya berubah menjadi butiran-butiran permata yang bergemerincing jatuh ke bumi.  Suaranya bagai lonceng-lonceng kecil yang bergemerincing indah mengiringi suara seruling ynag mengalunkan lagu merdu. Suara itu mampu mengalahkan suara gemuruh petir dan angin yang berpusar.

Suara indah itu membuat semua penduduk penasaran. Mereka menengok ke luar untuk mencari tahu suara merdu apakah yang bergema diseluruh kerajaan. Begitu mereka melihat permata berjatuhan, semua orang keluar dari rumahnya dan memandang ke langit, alangkah terkejutnya mereka melihat keindahan lengkungan-lengkungan warna yang begitu indah. Langit mendung itu kini tak tampak lagi menakutkan. Anak-anak mulai tersenyum karena takjub. Ketakutan mereka hilang dan berubah menjadi keceriaan. Mereka semakin gembira saat merentangkan tangan menangkap butir-butir permata. Sesekali mereka sibuk mengumpulkan butir-butir yang sudah menggelinding di tanah. Seluruh rakyat bergembira.

Ketakutan telah sirna, berubah menjadi kegembiraan. Semua itu melemahkan kekuatan ketakutan yang dikumpulkan oleh penyihir. Kekuatan kegembiraan itu jauh lebih besar dari kekuatan ketakutan hingga mampu membuat bola kristal penyihir pecah berantakan. Penyihir kehilangan kekuatannya. Mendung mulai sirna, angin berpusarpun lenyap. Langit semakin indah dengan warna biru yang berhias lengkungan warna-warni. Penduduk kemudian menamai lengkung warna itu pelangi. Mulai saat itu, anak-anak tak takut lagi ketika mendung gelap dan hujan datang, karena setelahnya selalu muncul pelangi di langit kerajaan Ciptabumi.




1 komentar: