Kamis, 28 Februari 2019

Semut Pemimpi ( Part 3 )

Dongen Bijak Anak, Cerita anak, cerita bijak
Semut Pemimpi ( Part 3 )


Tia masih menyimpan pertanyaannya hingga malam menjelang dan para budak dikunci di ruang istirahat.  Tia segera mendekati Guly begitu penjaga meninggalkan mereka. “Jelaskan padaku!” desak Tia tak sabaran. Guly masih membayangkan Tia seperti puteri dalam imajinasinya. Ia menjelaskan rencananya melakukan perlawanan terhadap perbudakan oleh kupu-kupu. Tia mendengarkan dengan seksama. Binar di matanya menyiratkan semangat dan harapan. Guly tersenyum menyadari Tia mendukung rencananya. 

Hari itu semut pelayan yang mengantarkan hidangan kepada para kupu-kupu terlihat sakit, ia tidak dapat bangun dari tempat tidurnya dan mengeluh sakit perut. Semut Kepala Penjaga segera mencari pengganti. Di dekat situ tampak semut pekerja perempuan sedang mengumpulkan bahan baku di dapur. “Hai, kau, gantikan pelayan pengantar makanan hari ini!” kata Semut Kepala Penjaga. Semut kecil itu membungkuk dan segera melaksanakan tugas. Berpiring-piring makanan diantarkannya ke meja makan. Pagi itu seluruh kupu-kupu sudah gusar menunggu datangnya makanan. Mereka memaki-maki pelayan yang terlambat mengirimkan makanan. Begitu makanan dihidangkan, mereka segera menyantapnya dengan lahap. Hampir seluruh hidangan ludes habis meninggalkan piring-piring kotor yang bertumpuk berserakan di atas mejan makan. Jorok sekali kelakuan mereka saat makan bersama. 

Tak lama berselang, kupu-kupu itu satu per satu pingsan. Mereka bergelimpangan di lantai ruang makan tanpa sempat tahu apa yang terjadi. Semut penjaga panik. “Racun! Ini pasti racun! Siapa yang menuang racun?” teriak Semut Kepala Penjaga yang memeriksa. Matanya beredar dengan seram penuh kemarahan kepada para semut budak. Pandangannya tertambat kepada Tia, semut perempuan yang baru saja ditunjuknya menggantikan pelayan yang sakit. Semut penjaga itu mencengkeram Tia dengan capitnya,”Kau! Pasti ini perbuatanmu, kau baru saja menggantikan semut dapur!” Tia mengeluh kesakitan, semut penjaga itu mencengkeramnya terlalu keras. “Lepaskan dia!” teriak Guly. Penjaga yang lain segera mendekati Guly dengan wajah seram mereka. “Kalau kau menyalahkan Tia, maka kaupun yang paling disalahkan!” kata Guly dengan berani menunjuk kepada Semut Kepala Penjaga. “Apa maksudmu?” tanya Semut Kepala Penjaga setengah marah. “Kaulah yang sembarangan menunjuk orang tanpa memeriksa keamanannya terlebih dahulu! Kalau kau menyatakan Tia bersalah maka kau pun bersalah karena ceroboh memilih orang. Itu hanya akan menunjukkan kelemahanmu dalam menjaga keamanan!” sergah Guly berargumentasi. Semut Kepala Penjaga itu sejenak menimbang. Para penjaga yang lain memandangnya seolah membenarkan kata-kata Guly. Semut Kepala Penjaga itu perlahan melepaskan cengkeramannya. Tia segera berlari ke arah Guly, secara naluri ia ingin berlindung pada semut pemberani itu.

“Apa yang kalian pikirkan kawan, lihatlah diri kalian! Kalian ini semut! Tubuh kalian perkasa! Lihat! Kau punya capit yang kokoh, badanmu besar! Kau bangsa semut yang terhormat! Semut lain segan dan menghormatimu! Kau kebanggaan bagi bangsa semut! Bagaimana mungkin kau mau menjadi pelayan serangga lain?” kata Guly panjang lebar berceramah mengusik kesadaran para semut penjaga itu. “Lihatlah bangsa kita, kau membantu serangga cantik tak berperasaan itu menyebabkan penderitaan bagi bangsamu sendiri. Apa yang kau dapat kawan? Hah? Makanan? Bukankah dengan badanmu yang kuat itu kau bisa bekerja untuk kerajaan kalian sendiri dan berhenti menjadi budak serangga lain? Lihat semua makanan yang kau kumpulkan ini, bukankah lebih baik semua ini mensejahterakan bangsamu?” lanjut Guly lagi.

Semut-semut itu terdiam mencoba memahami kata-kata Guly. Melihat mereka memperhatikannya, Guly melanjutkan pidato,” Apa yang kalian perjuangkan dengan menjadi budak kupu-kupu? Merasa hebat? Merasa terhormat? Ya ampun… kehormatan apa yang bisa dimiliki seorang pelayan seperti kalian? Kehormatanmu terletak pada seberapa besar kau membangun bangsamu sendiri secara merdeka! Pohon ini kerajaan kalian, bela kerajaanmu dan jangan biarkan serangga lain menindas! Itu yang akan membuatmu terhormat sebagai bangsa semut!”

Semut-semut penjaga itu tertegun, badan mereka memang besar namun pikiran mereka mudah sekali dibodohi, itulah kenapa mereka tidak pernah berpikir untuk melakukan perlawanan kepada para kupu-kupu. Mereka berpikir kupu-kupu cantik itu adalah serangga terhormat, jika mereka mengabdi kepada mereka maka bangsa mereka terlihat lebih terhormat dibandingkan dengan semut yang lain. Sifat itulah yang dimanfaatkan para kupu-kupu agar para semut besar itu bisa menjadi pembantu mereka mengawasi semut-semut kecil para budak.

Dalam situasi kebingungan itu, beberapa kupu-kupu mulai sadar dari pingsannya. Efek racun yang mereka makan rupanya mulai memudar. Sasi tertatih mencoba bangkit. “Apa yang terjadi? “, keluh Sasi sambil memegang kepalanya yang terasa pusing. Guly segera bersiap, ia mencoba menghardik kupu-kupu itu sebelum kesadarannya benar-benar pulih. “Menyerahlah Sasi, kami sudah mengalahkanmu!” Sasi mencoba memandang ke arah Guly, pandangannya masih buram. “Bagaimana bisa semut bodoh sepertimu mengalahkan kami? Kau hanyalah semut lemah, badanmu itu akan patah dalam sekali kibasan sayapku!”

Guly tersenyum, “Mungkin kau benar kau lebih kuat dari kami, namun kami tidak bodoh. Sekarang kau dan kupu-kupu lain dalam pengaruh racun kami. Sekarang ini kalian lebih lemah dari kami”. Sasi mencibir, “Huh, racun? Racun apa? Tidak mungkin kau bisa mendapatkan racun di pohon rambutan! Lagi pula, semut dapur kami sudah terlatih! Bagaimana mungkin kau meracuni kami?” Dengan singkat Guly menjelaskan bahwa ketika Guly diperintahkan untuk memanen cairan manis dari kutu-kutu rambutan, ia bertemu dengan lebah madu yang sering mencari bunga antar pohon. Lebah itu yang membantunya berpindah ke pohon upas yang tumbuh tak jauh dari pohon rambutan mereka. Dengan cepat Guly mengumpulkan getah pohon upas itu dan membawanya kembali ke pohon rambutan dengan bantuan lebah madu yang sudah menjadi temannya itu. 

Guly segera mengatur tugas dengan Tia. Tia menyelinap ke dapur dan meracuni pelayan yang ada di sana hingga jatuh sakit. Saat itu Tia sengaja bekerja di dekat dapur supaya ia ditunjuk untuk segera menggantikan pelayan yang sakit itu. Rencana mereka berhasil saat Semut Kepala Penjaga menyuruh Tia menggantikan pelayan dapur. Saat itulah Tia memasukkan racun getah pohon upas ke dalam makanan kupu-kupu.

Mendengar penjelasan itu  Sasi merasa marah. Ia segera memerintahkan semut penjaga untuk menangkap semua semut budak. Para semut penjaga terdiam, mereka masih mencoba mencerna kata-kata Guly. Sikap diam mereka membuat Sasi gusar dan marah. “Dasar semut bodoh! Kalian hanyalah semut berbadan besar yang berotak kosong! Perintah begitu saja sulit kalian pahami! Apa yang bisa kalian lakukan? Dasar bangsa serangga rendahan, kotor dan payah! Kalian hanyalah serangga sampah! Apa harus kuteriaki lagi! Tangkap semut budak menjijikkan itu! Mereka telah meracuni kami!”, bentak Sasi semakin marah, matanya melotot kepada para semut penjaga.

Penghinaan-penghinaan yang diucapkan Sasi membuat Semut Kepala Penjaga sadar bahwa selama ini ia telah salah menilai Sasi. Sekarang jelas bahwa di mata Sasi, bangsa mereka hanyalah bangsa serangga rendahan yang tidak berharga. Semut Kepala Penjaga itu yang semula adalah raja semut di pohon rambutan, kini mulai mempertimbangkan kata-kata Guly. Kesadarannya membuat harga dirinya terusik, ia tidak terima Sasi menghina bangsanya yang dikatakan serangga sampah yang bodoh. Kini ia mulai marah kepada Sasi dan kupu-kupu yang lain. Tiba-tiba ia berteriak keras,”Tangkap kupu-kupu itu, ini pohon rambutan kita! Kerajaan kita! Saatnya kita usir para penjajah itu. Bangsa semut adalah serangga terhormat! Jangan biarkan kupu-kupu itu menghina kita!”

Mendengar perintah sang pemimpin, para semut penjaga bergerak menangkap kupu-kupu yang masih lemah itu. Sasi mengepak-ngepakkan sayapnya berusaha melepaskan diri, namun semut penjaga lebih kuat. Kupu-kupu itu berteriak-teriak mohon ampun. “Aku akan mengampuni kalian kalau kalian meninggalkan pohon kami dan tidak pernah mengganggu semut-semut lagi!” kata Semut Kepala Penjaga itu. Sasi menyetujui. Ia berjanji akan pergi dan tidak akan mengganggu lagi. Semut Kepala Penjaga merenggangkan cengkeramannya. Sasi segera mengepakkan sayapnya menjauh dari jangkauan para semut. Namun bukannya pergi seperti yang ia janjikan Sasi dengan cekatan menangkap Semut Kepala penjaga dan mengangkatnya ke udara. Dengan lantang ia berteriak kepada para semut,“Ini sudah menjadi pohonku! Kalianlah yang harus pergi dari sini! Kalau tidak, aku akan menjatuhkan pemimpin kalian ke atas batu-batu hingga mati!” Penjaga yang lain sudah terlanjur melepaskan para kupu-kupu yang sekarang mulai beterbangan di belakang Sasi. Para semut penjaga itu ketakutan dan mereka mulai bergerak mundur. Sasi tertawa terbahak-bahak merasakan kemenangannya. Mulutnya masih meluncurkan kata-kata penghinaan kepada bangsa semut yang dianggapnya jelek dan tidak berharga.

Tiba-tiba Guly berteriak kepada Sasi. “Hei, kupu-kupu jahat! Lepaskan Temanku!”  Mendengar itu, Sasi tertawa mengejek,”Ha..ha..apa yang bisa kau lakukan semut pemimpi? Kau bahkan hanya bisa tertidur di atas daun mangga!” Guly tidak terpancing untuk marah, ia tetap bersiap untuk melepaskan Semut Kepala Penjaga. Guly sudah mengatur teman-temannya untuk saling mengaitkan diri membentuk  jaring di bawah pohon. Guly memancing Sasi agar tidak waspada, katanya,”Hei, kau cantik sekali Sasi, tapi kecantikanmu itu tidak berguna karena kejahatanmu. Kau hanyalah kupu-kupu lemah yang tidak bisa mencari makan sendiri. Kau sangat bergantung pada para semut bangsa kami. Tanpa bantuan kami, kau tak bisa makan. Bangsamulah yang tidak pandai di sini, hanya untuk makan saja tak bisa...ha..ha… serangga macam apa itu….ha..ha…sama sekali tidak terhormat, bangsamulah serangga rendahan….”

Wajah Sasi memerah menahan marah, ia terbang mendekat untuk membentak Guly. Pada saat itu, Guly segera melompat ke punggung Sasi. Dengan sekuat tenaga Guly menarik kedua sungut Sasi untuk berpegangan supaya tak terjatuh, sedangkan dua kakinya yang lain berusaha menutup mata Sasi. Guly juga menggigit pangkal sayap Sasi sekuat tenaga hingga Sasi kesakitan. Dengan serta merta Sasi melepaskan semut tawanannya. Semut Kepala penjaga itu terjatuh, di bawahnya telah terpasang jaring yang berasal dari semut-semut budak yang saling mengaitkan kaki dan tangannya hingga Semut Kepala penjaga itu tidak terantuk batu.

Sasi terus meronta dan mengepakkan sayapnya berusaha menjatuhkan Guly. Melihat itu, kupu-kupu yang lain berusaha menolong Sasi, mereka terbang mengerubuti Guly. Semut pemberani itu dalam bahaya. Tia segera memerintahkan semut-semut yang lain melemparkan sisa racun ke arah kupu-kupu itu. Mereka beramai-ramai menyerang para kupu-kupu dengan bungkusan-bungkusan getah pohon upas. Kupu-kupu itu terbang kalang kabut, beberapa kembali pusing dan terjatuh ke tanah. Beberapa lagi berhasil meninggalkan pohon rambutan dengan ketakutan. Sasi terkena getah pohon upas tepat di wajahnya dan membuatnya kembali pingsan. Ia terjatuh dari ketinggian bersama Guly.

“Guly…!!!” teriak Tia yang merasa ngeri melihat Guly terjatuh. Guly sendiri merasa panik, namun ia pernah mengalami jatuh yang seperti itu sewaktu terjatuh di air terjun. Ia sadar bila ia dalam bahaya dan bisa mati. Namun baginya, ia rela mati demi bangsanya bisa terbebas dari penindasan kupu-kupu. Guly tersenyum dan memejamkan matanya, ia mengisi pikirannya dengan imajinasi bahwa ia punya sayap dan terbang untuk menyelamatkan sang puteri dari naga jahat. Guly merentangkan kedua tangannya dan siap menerima apapun yang terjadi.

 Sejenak ia melayang entah ke mana, dan tiba-tiba, “Wuzz!” sesuatu telah menangkapnya dan membawanya terbang menuju dahan di mana para semut berada. “Guly..kau selamat...” seru Tia terdengar dekat sekali di telinganya. Guly terkejut dan membuka matanya, ternyata semut cantik itu telah memeluknya sambil menangis haru. Di hadapannya telah berdiri lebah madu sahabatnya. “Lain kali aku akan membawamu terbang berkeliling hutan. Jaga dirimu baik-baik kawan!” kata lebah itu dan kemudian terbang untuk mencari madu. Guly melambaikan tangannya sambil berteriak, “Terima kasih kawan!” Ternyata lebah itu yang telah menyelamatkan Guly saat terjatuh tadi.

Dan Sasi…kupu-kupu cantik itu pingsan kemudian terjatuh di atas sarang laba-laba yang kelaparan. Ia lenyap bersama kejahatannya. Ia tak akan pernah kembali lagi untuk menindas bangsa semut.

Semut Kepala Penjaga itu kembali menjada Raja di kerajaan pohon rambutan. Mereka berpesta untuk merayakan kemenangan. Raja Semut pohon rambutan memberikan penghargaan kepada Guly dan Tia yang telah menyelamatkan dirinya dari bahaya. Ia juga berterimakasih karena Guly menyadarkan mereka untuk menjaga kehormatannya sebagai bangsa semut. Guly dielu-elukan sebagai pahlawan di kerajaan pohon rambutan. Mereka bahkan berbondong-bondong untuk mengantar Guly kembali ke kerajaannya. Sang Raja Semut Pohon Mangga sangat bangga bahwa salah satu keluarganya menjadi pahlawan ynag menyelamatkan para semut dari beberapa kerajaan. Raja Semut Pohon Jambu bahkan memberinya hadiah yang tak terhingga karena Guly karena telah menyalamatkan Tia, puteri kesayangannya. Ketiga kerajaan semut itu berjanji untuk menjalin persahabatan dan kerja sama bila kelak datang kembali bahaya dari makhluk lain. Guly diangkat sebagai kesatria semut ketiga kerajaan.

Begitulah, kini menjadi pahlawan yang menyelamatkan seorang puteri  dari monster jahat, bukan lagi hanya mimpi bagi Guly. Kini semua itu menjadi kenyataan. Hanya saja bedanya, monster yang dihadapi Guly bukanlah monster buruk rupa, melainkan kupu-kupu cantik yang tidak punya perasaan. Guly telah belajar bahwa menilai teman tidak boleh sekedar dari penampilan cantik saja. Dan Tia, semut yang semula terlihat sebagai budak yang kumal, dialah puteri cantik yang sesungguhnya. Ia yang peduli saat Guly kelaparan, dan ia yang begitu berani menentang bahaya untuk menyelamatkan bangsanya. Tia kini terlihat cantik dengan pakaian kebesarannya sebagai seorang puteri. Guly bahagia sekali bisa berteman dengannya. Guly juga merasa senang bisa berteman dengan Raja Semut pohon rambutan yang tampak menyeramkan dari luar. Dua capit besarnya itu tampak menyeramkan, namun ternyata, ia adalah teman yang sangat baik. Tak lupa, ia bersyukur memiliki lebah sahabatnya yang mau membantu tanpa pamrih. Persahabatan mereka menjadi perisai dalam mengalahkan bahaya maupun kejahatan.



1 komentar: