Kamis, 28 Februari 2019

KUDA KAYU HITAM

Dongen bijak anak, cerita anak mistis
Kuda Kayu Hitam


Pangeran Ranuseta genap berumur 9 tahun hari ini. Pesta ulang tahun diselenggarakan dengan sangat meriah. Nasi tumpeng dengan lauk pauk beraneka macam dibagikan kepada setiap penduduk. Sang raja ingin mengajarkan kepada putranya bahwa saat saat kita sedang bergembira, kita harus ingat untuk berbagi kepada sesama sebagai ungkapan syukur. Rakyat adalah bagian yang penting dari kerajaan, mereka adalah orang-orang yang berjerih payah untuk bekerja setiap hari. Hasil pekerjaan mereka itu yang membuat kerajaan ini menjadi maju. Karena itu, sesederhana apapun mereka kelihatannya, keluarga kerajaan harus menghargai dan menghormati mereka.
Bagi pangeran, pendapat ayahnya itu bukan hal yang penting untuk diperhatikan. Pangeran terbiasa hidup di lingkungan yang serba bagus dan dihormati seluruh pelayan. Ia senang saat memakai barang-barang bagus, ia bangga saat semua orang patuh pada perintahnya dan menaruh hormat padanya sebagai putra saeorang raja. Pangeran Ranuseta tumbuh menjadi pangeran sombong yang tidak mau bergaul dengan rakyat yang dianggapnya sebagai golongan masyarakat rendah.

Di hari ulang tahunnya, pangeran lebih memperhatikan berbagai hadiah yang ia terima. Seluruh rakyat mempersembahkan hadiah-hadiah mahal dan berharga bagi pangeran. Pakaian-pakaian indah, perhiasan-perhiasan emas dan perak, serta mainan-mainan bagus dan lucu. Bahkan Sang Raja menghadiahkan sebuah kereta berlapis emas lengkap dengan 4 ekor kuda yang gagah. Pangeran sangat gembira menerima hadiah-hadiah itu.

Salah satu di  antara hadiah-hadiah itu, tampak sebuah bungkusan hadiah dari kain yang lusuh dan kumal. Pangeran heran sekaligus jengkel melihat hadiah itu. Bagaimana bisa ada rakyat yang mempersembahkan barang tak berharga kepada seorang putra Raja seperti dirinya. Pastilah hadiah itu dari seorang rakyat miskin dan tidak terhormat. Pangeran tak sudi menyentuh hadiah yang dianggapnya kotor itu dan menyuruh pelayan untuk membukanya. Ketika bungkusnya sudah dibuka, tampaklah sebuah boneka kayu berbentuk kuda yang terbuat dari kayu hitam. Pahatan kayunya masih kasar sehingga kuda itu tampak buruk. “Ih..jelek sekali! Siapa orang tak berguna yang mengirimkan hadiah seburuk itu padaku?! Apa dia tidak tahu bahwa seorang putera raja seharusnya mendapatkan hadiah yang pantas dan mahal?! Pelayan, singkirkan benda jelek itu dari hadapanku, buang jauh-jauh dari istana, jangan sampai benda itu mengotori kamarku!” kata pangeran yang mulai merasa marah. Pelayan itu mematuhi perintah pangeran. Ia pergi keluar istana dan membuang boneka kayu itu ke sungai yang mengalir tak jauh dari istana.

Pagi membuka hari, matahari sudah mengintip di langit timur, ayam jantan berkokok bersahut-sahutan membangunkan setiap makhluk yang masih terlelap. Suara berisik itu membuat pangeran terjaga. Dengan malas pangeran merenggangkan badannya yang terasa kaku. Ia masih ingin tidur sebentar lagi, tak peduli bahwa pelayan sudah membuka jendela kamarnya dan membiarkan cahaya matahari masuk menyapa selimut pangeran. Tangan kecil pangeran hendak meraih guling besar yang ada di sebelah kirinya, namun beberapa kali tangannya menggapai, guling itu tak ditemukan. Pangeran terus meraba-raba mencari guling besarnya, sampai suatu ketika tangannya menyentuh sebuah benda keras yang terasa dingin. Itu jelas bukan guling, pikir pangeran. Dengan malas Pangeran membuka matanya untuk melihat benda apa yang ada di tangannya kini. Matanya mengerjap-ngerjap supaya bisa melihat dengan jelas. Benda itu tampak berwarna hitam dan…… 

”Hah?!!!”.. pekik pangeran karena terkejut melihat rupa benda itu. Detik berikutnya, teriakan marah pangeran memecah keheningan pagi. “Pelayan! Pelayaaan!!!!!” teriak pangeran dengan sangat keras. Para pelayan tergopoh-gopoh mendekati pangeran Ranuseta. Belum sempat  mereka bertanya, pangeran sudah meluncurkan kata-kata marahnya. “Apa saja yang kalian kerjakan? Bukankah aku sudah memerintahkanmu untuk membuang benda jelek ini? Bagaimana bisa kuda hitam jelek ini masih ada di kamarku?!”

Para pelayan ketakutan melihat kemarahan pangeran. Mereka sendiri kebingungan mengapa boneka kuda kayu itu masih berada di kamar pangeran. “ Hamba sudah membuangnya ke sungai, pangeran…”kata pelayan itu ketakutan. Pangeran tidak  peduli mendengar alasan pelayan, masih dengan perasaan marah ia melemparkan kuda kayu itu ke arah pelayan. Pelayan itu terkejut, serta merta ia mengangkat tangan untuk melindungi kepalanya. Ia sudah pasrah jika kuda kayu itu menimpa kepalanya sampai benjol. Namun…kuda kayu itu tiba-tiba berhenti tepat di depan kepala pelayan kemudian berbalik kembali ke arah pangeran hingga menimpa tangannya yang digunakan untuk melempar tadi. Pangeran mengeluh sakit, hal itu membuat pangeran bertambah marah dan kemudian kembali melempar kayu itu ke arah pelayan. Anehnya, setiap kali kuda kayu itu dilemparkan, selalu kembali menimpa pangeran. Hal itu membuat pangeran putus asa sehingga dengan jengkel ia membiarkan kuda kayu itu selalu mengikutinya kemanapun ia pergi.

Suatu hari, pangeran mengendarai kereta kuda barunya bersama sepasukan pengawal. Pangeran suka sekali memamerkan kemewahannnya saat bepergian. Ia bangga saat rakyat memandangnya dengan penuh kagum sebagai seorang putera raja yang hebat, bisa menaiki kereta berlapis emas dan dikawal oleh sepasukan prajurit. Pangeran berkeliling kerajaan untuk memamerkan kereta baru hadiah dari ayahnya itu. Menjelang sore hari, pangeran melintas di jalanan pinggir hutan.

Tiba-tiba sekawanan perampok menghentikannya. Para pengawal berusaha mempertahankan diri dan melindungi pangeran, namun mereka kalah jumlah. Saat menyadari kekalahan tersebut, beberapa prajurit yang masih tersisa lari untuk menyelamatkan diri. Tinggalah pangeran sendirian menghadapi perampok-perampok itu. Pangeran demikian ketakutan sampai menangis. Para perampok mentertawakannya. Dengan sorak sorai penuh kemenangan, para perampok merampas kereta beserta seluruh isinya. Pangeranpun tak lepas dari penjarahan, jubah mahalnya yang bersulam emas, sepatu berhias permata, perhiasan-perhiasan serta mahkota yang dipakai pangeran, semua diambil oleh perampok dan pangeran diusir pergi. Pangeran lari ke dalam hutan karena ketakutan. Ia tak punya apa-apa lagi, hanya ada satu benda yang tidak diambil oleh kawanan perampok itu, yaitu boneka kuda kayu hitam yang tampak buruk. Kuda kayu itu terbang mengikuti pangeran kemanapun pangeran pergi.

Pangeran berlari tanpa memperhatikan arah, ia berlari jauh masuk ke dalam hutan. Matahari  sedang bersembunyi sejak sore tadi dan membiarkan mendung pekat menyembunyikan sinarnya. Petir berkilatan menghiasi awan hitam yang menggantung di langit seakan hendak jatuh. Suara Guntur bergemuruh memperingatkan siapapun akan datangnya hujan badai. Malam mulai merayap menggantikan siang. Hutan  itu tampak semakin gelap. Tak lama kemudian titik-titik air berlomba menerjang bumi. Butiran-butirannya besar menimbulkan suara gemuruh saat menimpa daun-daun dan batuan.

Angin kencang menyambutnya dengan gembira, mereka bermain di sela-sela pohon besar, meniup daun-daun hingga beterbangan, menggoyang-goyangkan dahan hingga meliuk-liuk dan patah. Pangeran basah kuyup sambil sesekali menutupi telinganya saat petir meledak di dekatnya. Karna lelah dan ketakutan, pangeran terjatuh di bawah sebuah pohon besar. Daun-daun dan ranting masih berjatuhan. Pangeran menelungkup ketakutan, ia merasa tersesat di tempat yang asing, gelap dan belum pernah ia kenal. Pangeran merasa sendirian. Ia berharap ada seseorang yang bisa menemaninya saat itu. 

Namun hutan ini sepi, tak seorangpun yang terlihat. Matanya kemudian tertambat pada sebentuk boneka yang telah dikenalnya. Boneka kuda kayu hitam. Itulah satu-satunya benda yang tidak asing lagi baginya. Dengan serta merta pangeran meraih boneka itu. Baginya saat itu, kuda kayu yang selama ini dianggap jelek, ternyata bisa terasa bagai teman. Ketika para prajurit meninggalkannya, boneka itu tetap setia mengikuti. Dan kini  boneka itu berada di dekatnya untuk menemani.

Pangeran mulai kedinginan, ia memeluk boneka kuda kayu itu erat-erat, ia menangis dan berbisik, “Kuda kayu, maafkan aku selama ini menghinamu, sekarang kaulah satu-satunya temanku di sini.”

Tiba-tiba sebuah suara mengejutkan terdengar, “Pangeran, berjalanlah ke kanan, ada sebuah gua yang bisa melindungimu”.  Pangeran terkejut mendengar suara itu, “Siapa kau!” teriak pangeran sambil menoleh ke segala arah mencari sumber suara itu. “Akulah boneka kuda kayu yang kau pegang!” kata suara itu. Pangeran terkejut, ia menatap kuda kayu di tangannya, dan benar saja, suara itu berasal darinya. Kata kuda kayu itu lagi,” Jangan takut, aku akan menemanimu”. Pangeran masih keheranan tak percaya dengan kuda kayu di hadapannya, “Bagaimana bisa kau bicara?” tanya pangeran. “Kutukan yang membuatku tak dapat bicara telah terlepas ketika kau menganggapku teman, sekarang aku bisa bicara”, kata kuda itu lagi. Pangeran masih terbengong, tapi kuda itu segera menyuruh pangeran pergi ke arah gua tepat sebelum pohon besar tempatnya berlindung terbakar oleh sambaran petir.

Sambil meraba-raba, sampailah pangeran ke dalam sebuah gua. Tempat itu gelap dan sempit, namun cukup baginya untuk berlindung dari hujan badai. Angin dingin berhembus membuat pangeran makin menggigil karena bajunya basah oleh hujan. Rasanya seperti tertusuk-tusuk hingga ke tulang. Pangeran yang biasanya berada di tempat yang mewah dan hangat serta ditemani beberapa pelayan yang selalu menyediakan kebutuhannya, kini ia meringkuk sendirian, kedinginan di dalam gua gelap dengan baju yang basah. Tak ada selimut, tak ada lampu, tak ada alas tidur, tak ada makanan dan tak ada seorangpun yang menemani.

Pangeran merasa seakan ia hampir mati. Rasa dingin itu belum pernah ia rasakan sebelumnya. Seluruh badannya gemetaran, bibirnya tergetar sampai sulit bicara. Kuda kayu itu mendekatinya dan berkata, “Pangeran kau harus membuat api untuk menghangatkanmu. Kau bisa mati jika terus kedinginan seperti ini.” Pangeran menggeleng, katanya terbata menahan dingin, “ Bagaiman..a…aku bisa membuat api,,,, hanya ada batu….di sini dan.. aku ti..tidak bisa mencari ka..kayu bakar, seluruh kayu telah basah oleh hujan…!” Kuda itu terdiam sejenak lalu ia mendekati batu yang digunakan pangeran untuk bersandar. Kuda itu menggosok-gosokkan keningnya ke batu. Pangeran keheranan melihat tingkah kuda itu, “Apa yang kau lakukan?” tanya pangeran. Kuda itu tidak menjawab, ia terus menggosokkan keningnya semakin cepat.

Beberapa kali pangeran menanyakan tingkahnya itu, tapi kuda kayu tetap tak menjawab, ia terus saja menggosokkan diri pada batu hingga kemudian sepercik api membakar pahatan rambut kepalanya. Pangeran terkejut melihat api menyala membakar boneka kayunya. Dengan susah payah ia bangun untuk memadamkan api itu. Tapi kuda kayu menghindar dan mencegah pangeran memadamkan apinya. “Api ini untuk menghangatkanmu.” Kata kuda kayu itu. Pangeran menatapnya dengan terperanjat, “Tidak, kau akan terbakar seluruhnya! Aku tidak mau kau terbakar, kau satu-satunya temanku di sini, aku tidak mau kau terbakar!” teriak pangeran berusaha memadamkan api. Kuda kayu itu menghentakkan kakinya memukul pangeran hingga pingsan. Perlahan kuda kayu itu duduk di dekat pangeran dan membiarkan api membakar seluruh tubuhnya. Dengan api itu pangeran selamat dari kedinginan.

Badai telah  berhenti, langit bersih tanpa mendung, pagi itu matahari bersinar sangat cerah hingga cahayanya menembus di sela-sela daun hutan. Hewan-hewan kecil telah berkeriapan bangun menikmati hangatnya pagi. Pangeran mendengar suara riuh burung-burung berkicau, perlahan ia membuka matanya, kepalanya terasa pusing. Sejenak ia menyadari bahwa dirinya bukan berada di istananya yang megah. Pangeran mencoba mengingat apa yang terjadi hiangga ia berada di sana. Satu per satu kesadarannya muncul. Mendadak ia teringat kuda kayunya. Serta merta ia bangun, “Kuda kayu!....Kuda kayu! Di mana kau!” teriak pangeran mencari-cari kuda kayu itu. Namun tak ada jawaban. Saat pangeran hendak melangkah, kakinya terantuk pada songgok arang yang sebagian telah menjadi abu. Pangeran mengamati arang itu dan sadarlah ia bahwa arang itu adalah kuda kayu yang membakar dirinya semalam. “Tidaaaaak!” teriak pangeran sedih, ia merasa kehilangan seorang sahabat yang sejati. 

Seorang sahabat yang telah menyelamatkannya dari kedinginan dengan mengorbankan diri di dalam api. Padahal, selama ini pangeran selalu menolak dan menghinanya karena ia tampak jelek dengan pahatan kasar dan warna kayu yang hitam. Pangeran menyesali seluruh sikapnya yang sombong dan tidak menghargai makhluk lain hanya karena rupanya yang jelek. Pangeran terus meratapi kepergian kuda kayu yang baru saja menjadi sahabatnya itu. Sekarang kuda kayu itu adalah pahlawan yang menyelamatkan hidupnya. Pangeran memeluk arang itu dan dalam tangisnya ia merintih sedih, “Kuda kayu….untuk apa kau membakar diri hanya supaya aku tidak kedinginan? Aku telah berbuat jahat padamu, tapi kau malah membalasku dengan kebaikan yang tidak terhingga…. Aku menyesali semua kesalahanku…., aku akan merubah seluruh sikapku……andai saja kau bisa kembali hidup dan menjadi sahabatku…. Kau akan tahu aku bisa menjadi pangeran yang baik…” Sejenak pangeran melepaskan rasa sedihnya dengan menangis, kemudian ia menguburkan arang itu di dalam gua. 

Matahari mulai merangkak naik, pangeran keluar dari dalam gua untuk mencari jalan pulang ke istana. Dalam hatinya telah muncul tekad baru bahwa ia akan berubah menjadi pangeran yang baik demi persahabatannya dengan kuda kayu yang telah mengorbankan diri. Pangeran berjalan menyusuri hutan, ia berjalan sendirian hingga lelah dan berhenti di sebuah danau kecil untuk minum.  Air itu jernih sekali baru saja keluar dari mata air. Rasanya sungguh segar setelah meminum airnya.

Di sebelahnya datanglah seekor kuda hitam penuh debu, badannya kotor sekali. Kuda itu seperti terluka bagian kakinya sehingga kesulitan untuk merunduk dan minum. Pangeran tergerak hatinya untuk membantu kuda itu minum. Tanpa rasa jijik ia mendekati kuda itu dan mengambilkan minum untuknya. Pangeran tidak hanya membantunya minum tetapi juga memandikan kuda itu sampai bersih. Pangeran tersenyum melihat kuda itu menjadi bersih, ternyata menyenangkan rasanya membantu pihak lain. Kuda itu memandang pangeran, ”Kau benar-benar sudah berubah” kata kuda itu tiba-tiba dan membuat pangeran sangat terkejut. “A..apa kau yang baru saja bicara?” tanya pangeran tak yakin.

 “Hm…terbakar api memang sakit, tapi menyenangkan rasanya aku bisa terbebas dari kutukan dan kembali menjadi kuda sungguhan” kata kuda hitam itu. Ternyata kuda itu bukan kuda biasa, ia adalah salah satu tunggangan Raja Negeri Langit. Karena kuda itu pernah melakukan kesalahan dengan bersikap egois dan sombong terhadap kuda yang lain, maka raja mengutuknya menjadi boneka kayu dan membuangnya ke bumi. Kutukan itu baru akan hilang bila kuda itu melakukan kebaikan dan kepedulian terhadap makhluk lain. Saat kuda itu mengorbankan diri dengan membiarkan diri terbakar demi pangeran, maka kuda itu sudah menunjukkan kepedulian dan kasih sayang terhadap makhluk lain. Terlepaslah segala kutukan Raja Langit dan ia kembali menjadi kuda sungguhan. Meskipun kutukannya telah terlepas, kuda itu tidak dapat kembali ke langit karena sudah ditetapkan menjadi makhluk bumi.

Pangeran masih terheran dengan cerita kuda itu, ia hanya terdiam sambil menatap lekat pada kuda tak biasa di hadapannya. Pangeran juga tidak yakin apakah kuda hitam di hadapannya itu bisa kembali menjadi sahabatnya. Kuda itu merundukkan kakinya yang ternyata tidak sakit. Ia menunduk memberi hormat kepada pangeran, “ Aku tak dapat kembali ke kerajaan Langit, apakah kau mau menjadi penunggangku pangeran? Aku bisa menjadi kuda tunggangan yang berlari secepat kilat”, kata kuda itu sambil menundukkan kepalanya. Pangeran bersorak gembira, “Tentu saja, kau sahabat terbaikku!” Pangeran segera menaiki kuda itu dan dengan gembira mereka meninggalkan hutan secepat kilat menuju istana. Kehebatan kuda itu tidak lagi membuat pangeran sombong. Ia telah benar-benar berubah menjadi pangeran yang baik dan rendah hati. Semua orang semakin mengagumi pangeran Ranuseta.


1 komentar: