Kamis, 19 April 2018

MONSTER LUMPUR LENDOT

dongeng anak, cerita anak, cerita bijak, monster, lumpur, rawa, sawah
Monster lumpur


Hitam, encer, lengket, bau, jorok, menjijikkan, semua ciri itu ada pada Lendot, Si Monster Lumpur. Ia terlahir dari lumpur rawa Krewet. Rawa Krewet terkenal berbahaya semenjak peristiwa hilangnya makhluk hidup yang diduga ditelan lumpur rawa itu. Sapi Pak Parto yang pergi minum ke sana tiba-tiba lenyap setelah terdengar teriakan suara,”Moooo!” yang keras. Si Panjul, pemuda desa yang biasanya pergi ke rawa mencari ikan tiba-tiba tak pernah pulang ke desa.  Ada seorang warga yang mengaku melihat sosok makhluk yang tinggi besar tiba-tiba keluar dari rawa itu. Bentuknya seperti Lumpur yang bangkit dari dasar rawa. Penduduk kemudian menduga bahwa hilangnya sapi Pak Parto dan Si Panjul merupakan perbuatan monster rawa itu. Warga Desa kemudian menyebut monster itu dengan nama Lendot yang artinya adalah lumpur.
Kisah hilangnya sapi dan si Panjul membuat warga desa takut mendekati Rawa Krewet. Tak seorangpun yang berani mencari tahu kebenaran adanya monster itu. Cerita-cerita adanya korban semakin menjadi perbincangan hingga meluas ke warga desa lain. Demi keselamatan warga, mereka kemudian membuat peraturan yang melarang siapapun untuk mendekati Rawa Krewet.
Salah satu anak di desa tersebut tak pernah mendengar berita berbahayanya Rawa Krewet. Ia tuli sejak lahir. Kedua telinganya tak dapat mendengar apapun termasuk semua cerita korban-korban Monster Lendot. Anak itu bernama Gundul. Ia seorang anak laki-laki kecil, kurus dan botak. Matanya lebar dan tajam menyiratkan kepandaian. Namun, tidak banyak teman-teman yang mau bermain denganya karena Gundul sulit berbicara dan mendengar sehingga mereka sulit memahami satu sama lain. Gundul selalu membawa kertas dan alat tulis untuk bisa berbicara dengan orang lain. Tetapi  cara itu merepotkan sehingga anak-anak sebayanya jarang bermain dengan Gundul. Jadilah Gundul selalu bermain sendiri, ia banyak menghabiskan waktunya untuk memancing ikan di rawa ataupun mencari belut di pematang.
Seperti biasanya, Gundul berjalan menyusuri pinggir Rawa  Krewet untuk memancing. Hari itu rawa terlihat sepi. Tak satupun orang pergi menangkap ikan ataupun memancing. Gundul sempat keheranan, kemanakah orang-orang desa pergi hari itu. Biasanya mereka menjaring ikan atau memancing di rawa. Beberapa ibu sering terlihat memetik sayur kangkung, namun tidak satupun terlihat di hari itu. Hari berikutnya maupun berhari-hari  selanjutnya, Gundul tetap sendirian di Rawa Krewet. Keadaan ini membuat Gundul penasaran. Ia mengira apakah waga desa diam-diam menangkap ikan di malam hari karena enggan bertemu dengannya? Bagi Gundul, ia sudah biasa menghadapi warga desa yang tidak mau dekat dengannya karena cacat tuli yang ia derita. Gundul tak pernah mengeluh dengan perlakuan mereka, ia tak pernah bersedih dengan sikap orang -orang di sekitarnya yang  seolah menolak kehadirannya.
Gundul semakin penasaran, akhirnya Gundul menemui salah sorang kakek yang biasa ia bagi ikan hasil tangkapannya. Kakek itu sudah renta dan hidup sendirian. Anak-anaknya pergi keluar kota untuk bekerja, kakek itulah yang selama ini mau mengobrol dengan Gundul. Kakek itu menjelaskan dengan singkat tentang keberadaan monster lumpur yang sudah menelan korban. Ia juga berpesan agar Gundul tidak mendekati Rawa Krewet lagi. Gundul tertegun, sampai kapan warga desa tak dapat pergi ke rawa? Rawa itu selama ini sudah menjadi sumber kehidupan warga. Airnya sangat penting untuk pertanian, ikan-ikan menjadi sumber penghasilan sampingan, bahkan sayur-sayuran air ikut mendukung kehidupan warga. Gundul merasa kasihan dengan warga. Maka ia bertekad untuk menemui monster itu supaya mau berbagi rawa untuk warga kampung.
Malam itu, Gundul kembali pergi ke Rawa Krewet, ia ingin membuktikan cerita warga tentang monster lumpur itu.  Gundul mengendap-endap dan bersembunyi di semak-semak. Matanya yang lebar dan tajam terus mengawasi rawa. Lama ia berdiam di situ dalam kegelapan. Langit tampak hitam kebiruan, beberapa bintang besar tampak masih bersinar, sedang bintang-bintang kecil tak mampu menembuskan sinarnya ke arah awan-awan tipis yang mulai berarak. Tepat di atas pohon beringin, pohon terbesar di rawa itu, bulan yang masih separuh memaparkan cahayanya yang temaram. Sinarnya tak cukup mengusir kegelapan,  bayang-bayang gumpalan awan terus menghalanginya menyentuh bumi.
Malam merambat kian larut, sepi menyergap, hanya suara jangkrik dan katak yang masih memainkan musik alam. Sesekali suara burung hantu mengacaukan irama menjadi menyeramkan. Gundul baru saja hendak beranjak dari persembunyiannya, tiba-tiba, air rawa tampak bergolak. Gelombang-gelombang air tampak memecah di tengah danau. Semakin lama gelombang itu semakin tinggi, dan dari tengah gelombang air itu, munculah sesosok hitam besar menyembul keluar dari air. Bentuknya tak karuan, namun tampak di sana seraut wajah menyeramkan dengan mulut lebar dan mata merah. Bentuknya yang seperti terbuat dari bubur lengket berwarna hitam itu muncul dari dalam air dan semakin besar. Seandainya Gundul dapat mendengar, suaranya menggeram sangat menyeramkan. Untunglah Gundul tak dapat mendengar, hingga ia tak takut dengan suara geraman menyeramkan itu. Gundul semakin tajam mengawasi. Makhluk besar itu membelah air rawa menuju persawahan.
Gundul segera keluar dari persembunyian, ia berlari mengejar monster itu dan menghentikannya dengan berteriak, “ Be’enti!” (Berhenti!”) Monster Lendot terkejut mendengar ada suara manusia yang pengucapannya tak jelas menghentikannya, padahal ia sudah berhati-hati mengamati sekitar rawa yang sangat sepi. Sepintas kemudian terpikir olehnya untuk menakuti manusia itu, ia berbalik dengan cepat sambil mengeluarkan geraman keras menyeramkan, “Heeerrrrrrmh….!!” Dengan geraman itu, Monster Lendot berharap melihat manusia itu gemetar ketakutan dan lari tunggang langgang meninggalkannya….tapi……begitu Monster Lendot berbalik ke arah manusia itu, tiba-tiba, ….”Haaaaaaaaaahg!!!, teriak Monster Lendot ketakutan setengah mati. Betapa terkejutnya Monster Lendot melihat manusia itu, kecil kurus, mata lebar dan kepala botak tanpa rambut sehelaipun, kepala itu tampak mengkilap memantulkan cahaya bulan hingga terlihat putih pucat……., “Tuyuuuul…!!!” teriak monster Lendot hendak melarikan diri. Membaca bibir monster saat berteriak, Gundul sempat menangkap arti gerak bibir itu mengatakan tuyul, Gundul ikut terkejut, ia berlari mengikuti Monster Lendot. Beberapa saat mereka berlari sambil berteriak ketakutan. Monster Lendot sesekali menengok ke belakang, ia melihat sosok anak kecil botak kurus itu terus mengikutinya dan membuatnya takut,, ia berlari lebih cepat lagi. Sementara itu, Gundul yang melihat monster itu lari kencang, ikut mempercepat langkahnya karena mengira  tuyul yang ditakuti monster itu mengejar mereka lebih cepat. Setelah mereka berdua berlarian agak jauh dan kelelahan, Gundul mulai menyadari ada yang salah dengan kelakuan mereka berdua. Monster itu pasti takut padanya yang dikira sebagai Tuyul. “Oi, Tun-gu…be’enti…!!” (“Oi, tunggu, berhenti!”).  Sejenak monster itu ragu, tapi karena kelelahan, iapun memperlambat langkahnya. “Ak-u butan Tu-ul!” (Aku bukan tuyul), kata Gundul berusaha meyakinkan bahwa dirinya bukan Tuyul. Gundul memperkenalkan dirinya sebagai manusia yang bernama Gundul. Monster Lendot menghentikan langkah, iapun memperkenalkan diri, “Namaku Lendot, begitulah masyarakat menamaiku. ” Gundul memperhatikan gerak bibir monster itu dengan seksama. Cukup sulit baginya untuk menangkap kata-kata dari gerak bibir yang tidak biasa itu. Bibir yang berlepotan dengan cairan lumpur. Bibir yang bentuknya terlalu lebar dan bergerak ke sana kemari saat berbicara. Ditambah lagi cahaya bulan yang redup tidak cukup menerangi supaya bisa terlihat dengan jelas. Gundul meminta monster itu mengulangi kata-katanya hingga ia memahami perkataan monster itu.
Mereka kemudian berbincang-bincang cukup lama. Butuh kalimat berulang-ulang bagi mereka untuk bisa memahami satu sama lain. Gundul menceritakan maksud kedatangannya untuk membuktikan apakah benar Monster Lendot yang telah memakan korban seekor sapi dan manusia bernama Panjul. Monster Lendot terkejut, ia sedih mengapa manusia hanya melihat wujudnya saja yang tampak buruk untuk menilai dirinya dan menganggapnya sebagai makhluk jahat. Mereka bahkan dengan mudah menuduh Monster Lendot yang membunuh sapi dan manusia itu. Padahal, dirinya yang tampak buruk dan menjijikkan itu sebenarnya setiap malam muncul ke permukaan membawa banyak lumpur dari dasar rawa untuk diletakkan di petak-petak sawah peatni. Sawah itu sering terkena banjir yang menghanyutkan lapisan lumpur yang subur. Monster Lendot merasa kasihan dengan petani karena panen mereka selalu tidak baik. Monster Lendot ingin membantu secara terang-terangan, tetapi semua manusia takut padanya. Karena itulah, Monster Lendot membantu manusia dengan diam-diam menambakan lumpur subur ke pematang sawah. Ia melakukan itu setiap malam saat para petani sudah tidur.
Melihat ketulusan wajah Monster itu, Gundul merasa yakin bahwa monster Lendot  berkata benar.  Tapi tuduhan masyarakat itu tidak bisa dihentikan begitu saja. Karena itulah, mereka berdua kemudian menyusun rencana untuk mengumpulkan bukti bahwa Monster Lendot tidak memakan korban sapi ataupun Panjul. Gundul kemudian menggambar wajah Panjul. Dengan kepandaiananya menggambar, Gundul berhasil menggambar wajah Panjul yang bisa dikenali Monster Lendot. “Ah! Pria itu yang bernama Panjul?” Monster Lendot kemudian menjelaskan bahwa ia pernah melihat Panjul di sebuah rumah gubug di dalam hutan hulu sungai. Ia hidup dengan beberapa orang yang tampak garang di sana. Terakhir kali Monster Lendot melihat Panjul menuntun seekor sapi gemuk ke arah gubug itu.
Gundul penasaran dengan cerita Monster Lendot yang dapat dipahaminya dengan susah payah. Mereka kemudian menuju gubuk yang dimaksud monster itu. “Naiklah ke punggungku, aku akan membawamu melewati sungai agar kita dapat cepat sampai ke sana!” kata Monster Lendot. Gundul mengira-ngira maksud yang diisyaratkan Monster Lendot. Ia segera naik ke punggung monster yang lengket itu. Dengan cepat monster berubah bentuk dan membawa Gundul mengambang di atas sungai. Gerakannya cepat sekali sampai Gundul kedinginan oleh terpaan angin malam. Kepalanya yang tak berambut terasa kedinginan bagai ditusuk jarum. Gundul menahan dingin demi mendapatkan kebenaran tentang Panjul.
Tak lama kemudian, sampailah mereka di gubuk yang dimaksud. Gubug itu kecil berdinding anyaman bambu, atapnya semrawut dari daun rumbia kering. Tiang-tiangnya sudah reyot, kumuh dan gelap.  Gundul mengendap-endap mengintip ke dalam dinding anyaman itu. Tampaknya sepi, hanya sebuah lampu minyak yang bertengger di atas almari kecil yang menerangi ruangannya. Di sisi pintu, ada 2 orang tidur di atas bale-bale bambu. Yang seorang badannya tinggi besar dengan tato di sana sini hampir memenuhi seluruh tangannya. Mukanya galak dengan kumis tebal dan brewokan. Yang seorang lagi bertubuh pendek dengan perut yang sangat gembul. Ia mendengkur keras sekali. Di pojok ruangan, ada sesorang lagi yang tidur meringkuk di atas kursi. Badannya kurus dengan rambut ikal berantakan. Itu Panjul. Gundul penasaran, apa yang dilakukan Panjul di tempat seperti ini.
Tiba-tiba ayam berkokok pertanda fajar mulai menyingsing. Panjul tampak bergerak, dengan sempoyongan ia berjalan menuju belakang rumah. Gundul segera melompat ke balik semak-semak dan sembunyi. Panjul berjalan mendekatinya dengan mata setengah tertutup karena mengantuk. Detik berikutnya Gundul terperanjat, Panjul berdiri tepat di depannya untuk pipis. Panjul tidak menyadari bahwa ada orang di balik semak-semak itu. Ia dengan tenang menyelesaikan pipisnya tanpa curiga apapun. Gundul menutup hidungnya rapat-rapat. Ia masih bersyukur tidak tersiram pipis Panjul yang sangat dekat dengan tempatnya bersembunyi. Tapi…bau pipis Panjul ini sangat menyengat, kelihatannya semalam Panjul makan jengkol atau pete. Gundul hampir muntah tetapi ditahannya. Ia sedikit bergeser ke balik pohon besar tanpa diketahui Panjul yang mulai sibuk memasak di dapur terbuka itu.
Tak lama kemudian, tampak kedua penghuni gubuk yang lain bangun. Mereka tampak galak kepada Panjul, berteriak-teriak dan mendorong Panjul. Dari gerak bibir mereka, Gundul menduga bahwa ke dua orang itu minta makan dan dilayani oleh Panjul. Panjul tampak patuh dan ketakutan. Mengertilah Gundul sekarang, Panjul sepertinya menjadi tawanan mereka. Gundul terus mengintip memperhatikan mereka.
Ketika kedua orang itu meninggalkan gubuk, Gundul segera menemui Panjul. Panjul terkejut bukan main, tetapi kemudian ia tidak menolak ketika Gundul membawanya pergi. Panjul bukan anak ynag pandai, bahkan orang bilang otaknya kurang separuh, karena itulah ia selalu mematuhi siapapun yang memerintahnya. Gundul membawanya lari meninggalkan gubuk itu. Sayang sekali, Monster Lendot tak dapat membawa mereka melalui sungai. Saat matahari telah terbit dan mengusir kegelapan, Monster Lendot akan segera bersembunyi di dasar rawa. Monster itu meskipun tampak mengerikan, ia memiliki hati yang lembut dan baik. Ia bersembunyi kerena tak ingin menakuti penduduk desa.
Dengan terengah-engah dan kelelahan, sampailah Gundul dan Panjul ke desa. Penduduk desa yang melihat Panjul terkejut melihatnya masih hidup. Beberapa  orang pingsan ketakutan mengira Panjul adalah hantu yang gentayangan penasaran menuntut kematiannya. Gundul segera membawa Panjul kepada Kepala Desa. Beberapa orang ikut mengerumuninya. Dengan terbata-bata ketakutan, Panjul menceritkan kisahnya kepada Kepala Desa.
Suaut hari, Panjul didatangi oleh dua orang jahat yang dilihat Gundul berada di gubuk semalam. Kedua orang itu mengancam Panjul akan mencelakai ibunya kalau Panjul tidak menuruti perintah mereka. Panjul disuruh mencuri sapi pak Parto dan membawanya ke dalam hutan yang sudah ditunjukkan. Sapi itu kemudian dijual dan uangnya mereka gunakan untuk berfoya-foya. Tetapi Panjul tidak dilepaskan, ia disuruh menjadi penjaga gubuk itu dan menjadi pelayan mereka. Panjul juga sering disuruh mencuri ayam atau kambing penduduk di desa sebelah. Setiap kali Panjul menolak, mereka mengancam kembali akan mencelakai ibunya. Panjul akhirnya selalu menuruti perintah mereka.
Penduduk Desa yang mendengar itu merasa sangat geram. Mereka kemudian melaporkan kejadian itu kepada Polisi. Dengan petunjuk Panjul dan Gundul, polisi berhasil menangkap komplotan pencuri itu. Penduduk desa merasa lega, mereka kemudian mengadakan pesta untuk berterima kasih kepada Gundul dan Panjul yang sudah menunjukkan kebenaran bahwa Rawa Krewet bukan rawa yang berbahaya. Tidak ada monster jahat di sana yang suka memakan korban. Mereka merasa senang karena dapat kembali berkativitas di Rawa Krewet yang banyak ikan dan sayur mayur air.
Gundul tersenyum membenarkan bahwa tak ada bahaya di Rawa Krewet, tetapi dalam hati ia berkata bahwa di rawa itu benar-benar ada Monster Lendot seperti yang mereka tuduhkan sebelum ini. Hanya saja, Monster Lendut ini memiliki hati yang baik dan penolong. Kini Gundul suka pergi tengah malam untuk menemui sahabat barunya itu, Lendot, si Monster Lumpur yang baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar