Boneka Karung Goni |
Boneka dari kain karung goni….
Siapa yang tertarik dengan boneka yang terlihat kumal dan dibuat dari bahan tak
berharga seperti itu? Boneka itu seperti anak perempuan gendut yang membengkak
di sana sini dengan bentuk yang tak teratur. Matanya hitam bulat dibuat dari
kancing baju bekas. Rambut cokelatnya terbuat dari serat pohon pisang yang
dikeringkan, keriting acak-acakan. Mulutnya yang tersenyum dibuat dari jahitan
benang hitam yang melengkung menghubungkan kedua pipi tembemnya. Sekilas, boneka
itu lebih mirip dengan boneka berhantu yang menyeramkan.
“Luna, buang benda kotor
itu!”, pekik mamanya yang merasa jijik dengan boneka karung goni itu. Mama tak
habis pikir, bagaimana bisa putri kesayangannya yang cantik dan elegan itu
menyukai boneka jelek dari karung goni. Padahal hampir setiap bulan mama
membelikan boneka-boneka Barbie yang cantik dan berkelas.
Luna tak menjawab perintah
mamanya, ia duduk memeluk boneka karung goni itu dengan erat sambil menggeleng
kuat. Melihat hal itu, mama menghampiri Luna hendak merebut boneka itu. Luna
mempertahankan bonekanya sekuat tenaga, ia menangis menghadapi sikap keras
mamanya. Luna sedih, apa yang Luna mau tak pernah dimengerti mama. Semua hal
harus ikut aturan mamanya. Apapun yang Luna sukai seringkali tak berharga, dan
hanya apa yang disukai mamanyalah yang boleh menjadi kesukaan Luna.
Boneka karung itu sebenarnya
adalah hadiah yang diterima Luna kemarin saat ulang tahun. Di hari kemarin,
Mama membuat pesta mewah ulang tahun Luna. Sayangnya, mama lebih banyak mengundang
teman-teman mama dari pada teman-teman Luna sendiri. Tante-tante itu suka
sekali mencubit pipi Luna setiap ketemu sambil berkata,”Ih… kamu cantik
sekali..” Pujian itu bagi Luna bukan hal yang menyenangkan, karena cubitan
tangan mereka lebih terasa menyakitkan di pipi Luna. Mama juga mengundang banyak badut dan
penyanyi yang meramaikan suasana. Tapi bagi Luna, badut adalah boneka besar
yang menakutkan, mereka terlalu besar dan bersuara parau. Luna tak suka badut.
Penyanyi-penyanyi itu
melantunkan 2-3 lagu anak-anak, tapi selebihnya, ia menyanyikan lagu kesukaan
teman-teman mama. Lagu yang aneh dan membosankan bagi Luna. Berisik sekali.
Luna memilih kabur dari ruang pesta dan berlari menuju taman yang lebih tenang.
Baginya tempat itu lebih menyenangkan. Tenang dan damai.
Luna teringat dengan
pengasuhnya yang dulu ketika mereka masih tinggal di rumah yang lama. Kala itu
mama dan papa masih hidup sederhana. Luna memiliki seorang nenek pengasuh yang
sangat menyayanginya. Ia selalu memahami Luna dan tidak terlalu banyak
memerintah. Setiap malam pengasuh itu memangkunya dan menceritakan
dongeng-dongeng seru hingga Luna tertidur. Luna sangat menyayangi nenek
pengasuh itu.
Namun sekarang, ketika
mama dan papa memiliki kehidupan yang lebih mewah, Luna harus berpisah dengan
pengasuhnya itu. Pengasuh Luna yang sekarang adalah wanita-wanita muda yang
cantik dengan seragam baby sister berwarna pink. Mereka pandai membuat banyak
hal, namun satu yang tak pernah mereka berikan kepada Luna, kasih sayang
seindah nenek pengasuhnya itu. Luna pernah meminta kembali nenek itu jadi
pengasuhnya, namun kata mama, di daerah tempat tinggal mereka sekarang, akan
terlihat memalukan bila pengasuh anaknya seorang nenek-nenek.
Luna tak mengerti, baginya
nenek itu pengasuh terbaik, karena nenek itu mengasuhnya dengan penuh cinta. Namun
apapun alasan Luna, ia tak berdaya menentang keinginan mama. Di rumah itu,
keputusan mamalah yang paling benar. Papa sendiri tak pernah peduli dengan apa
yang terjadi di rumah, papa sekarang adalah orang yang paling sibuk di dunia,
Luna bahkan hampir tak pernah bertemu dengan papa.
Suara mama dan teman-temannya
masih terdengar bising. Luna berjalan memutar ke taman belakang. Di sana ia
bisa mengintip ke luar pagar rumah. Kadang-kadang jika beruntung, ia bertemu
dengan teman kecilnya, kucing kampung yang diam-diam menjumpai Luna untuk sekedar
meminta remahan makanan. Jika kepergok baby sisternya, kucing itu akan segera
diusir dengan tongkat pengepel lantai.
Luna baru saja mengintip ke
luar pagar, tiba-tiba ia mendengar sebuah suara yang sangat ia kenal dan sering
dirindukannya. Suara itu memanggilnya dari luar pagar. Luna melongok ke celah
pagar yang agak renggang, ia berseru gembira melihat nenek pengasuhnya
berkunjung. Luna berlari ke arah pintu pagar, membukanya dan kemudian berlari
memeluk pengasuhnya itu. Luna mengajaknya masuk, “Nenek, ayo ikut berpesta!”
seru Luna kegirangan. Namun nenek itu segera mencegah Luna berbicara
keras,”Ssssst! Maafkan aku Luna, nenek hanya sebentar.” Nenek itu kemudian
melongok kanan kiri lalu buru-buru mengeluarkan sebuah bungkusan dari balik
bajunya.
“Nenek datang hanya ingin memberikan hadiah
ulangtahunmu ini.” Nenek menyerahkan sebuah boneka dari kain goni yang
dijahitnya sendiri. Apapaun yang diberikan nenek itu, bagi Luna adalah hadiah
yang indah karena nenek membuatnya dengan penuh cinta. Nenek berpesan supaya
Luna tidak menceritakan kedatangan nenek itu kepada siapapun. Lalu Nenek
berpesan dengan sungguh-sungguh,”Nak, suatu hari boneka ini akan sangat berguna
untukmu. Jagalah baik-baik.” Lalu nenek mengatakan bahwa ia akan kembali ke
kampung halamannya yang sangat jauh. Luna merengek agar nenek tinggal bersama
Luna namun belum puas mereka berbicara, suara baby sister Luna yang cantik
namun galak itu terdengar memanggil-manggil Luna. Nenek mencium Luna lalu
bergegas pergi. Luna segera menyembunyikan bonekanya di balik gaun yang
mengembang.
Ia berjalan memasuki rumahnya
sambil mendengar omelan baby sister yang menjelaskan berbagai peraturan dan
ancaman. Sampai di kamarnya, Luna pura-pura minta diambilkan minum supaya baby
sister itu meninggalkan kamarnya. Dengan cepat Luna menyembunyikan boneka itu
di balik bantalnya dan bersiap-siap untuk tidur. Saat baby sister itu mematikan lampu dan
pergi meninggalkannya, Luna tersenyum, ia segera meraih boneka itu dan
memeluknya, rasanya begitu damai seolah nenek bersamanya saat ini. Luna
terlelap dalam mimpi-mimpi indahnya.
Luna terlelap hingga pagi
datang, seseorang merenggut bonekanya dengan teriakan tinggi, “Luna, apa ini?”
teriak mamanya sambil jijik melempar boneka karung itu. Luna terperanjat, ia
mengerjap-ngerjapkan mata mencoba menyadari apa yang terjadi. Luna terkejut
menyadari ia lupa menyembunyikan bonekanya. Baby sister itu dengan cekatan
mengambil boneka karung dan membawanya menuju tempat sampah dekat pagar halaman
belakang. Dengan serta merta Luna berlari mengejar baby sisternya itu ke
halaman belakang dan merebut bonekanya.
Itulah yang terjadi hari ini
ketika mamanya memarahi Luna supaya membuang bonekanya. Luna masih menangis
memeluk bonekanya agar tidak dibuang. Saat mama masih melanjutkan amarahnya,
tiba-tiba terasa goncangan hebat di sekitar mereka. Detik berikutnya
orang-orang berhamburan ke luar dengan panik sambil berteriak, “Gempa bumi…!”
Mama segera menyeret Luna menjauhi rumahnya. Goncangan itu demikian keras
hingga mereka jatuh terguling. Beberapa puing mulai runtuh, tanah-tanah mulai
retak dan bangunan-bangunan ambruk. Kebakaran terjadi di mana-mana akibat
kebocoran gas atau konsleting listrik. Semua terjadi dalam sekejap saja. Hancur
berantakan.
Gempa bumi itu demikian hebat
hingga menghancurkan perumahan mewah tempat Luna tinggal. Rumah Luna runtuh
seluruhnya dan hangus terbakar akibat kebocoran gas yang tak sempat dimatikan
saat gempa terjadi. Mama menangis meratapi harta bendanya yang musnah. Saat itu
papa sudah ada bersama mereka. Tak henti-hentinya papa menenangkan mama yang
terus menangis. “Semuanya hancur pa…tidak ada yang tersisa….kita tak punya
apa-apa lagi….” Keluh mama memandangi rumahnya yang hangus. “Sabar ma…sabar…”
kata papa yang sesungguhnya juga merasa sedih. Bukan hanya rumahnya yang
hancur, perusahaan papa pun runtuh seluruhnya.
Kekayaan yang begitu banyak,
tiba-tiba lenyap dalam sekejap. Mama maupun papa bahkan tak sempat membawa uang
sepeserpun hanya sekedar untuk membeli minum.
Mereka memeluk Luna yang masih ketakutan menghadapi situasi panik tadi.
Saat memeluk Luna, mama menyadari bahwa boneka jelek itu masih ada di pelukan
Luna. Dengan serta merta mama melampiaskan kekecewaannya terhadap boneka itu.
“Semua ini gara-gara boneka itu!” teriak mama pada Luna. “Pasti boneka ini boneka
sihir yang membawa celaka! Mama sudah bilang buang boneka itu Luna!!!”
Mama kemudian merenggut boneka
itu dari tangan Luna tapi Luna terus mempertahankannya sekuat tenaga. Mereka
tarik menarik untuk mendapatkan boneka itu hingga suatu ketika boneka itu robek
di bagian lehernya. Luna maupun Mama jatuh terjengkang. Luna berhasil
mendapatkan kepala bonekanya dan mama mendapatkan badannya. Luna menangis
melihat bonekanya rusak. Isi boneka itu terburai keluar di hadapan mereka.
“Sudah seharusnya boneka itu rusak” kata mamanya. Namun tiba-tiab papa
berseru,”Tunggu!” papa memungut isi boneka yang terburai itu. Gulungan-gulungan
kertas berserakan di kaki Luna dan mama. Papa memperhatikan isi boneka itu dan
membuka gulungannya satu persatu. Alangkah terkejutnya papa ketika melihat
isinya, ternyata gulungan-gulungan kertas itu adalah uang lembaran seratus
ribuan yang dibungkus rapi menjadi gulungan-gulungan kecil. Banyak sekali uang
itu setelah dikumpulkan.
Papa menatap Luna
lekat-lekat,” Luna, dari mana kau dapatkan boneka itu?” tanya papa dengan
lembut. Luna lalu menceritakan kedatangan nenek pengasuhnya yang memberikan
boneka itu sebagai hadiah ulang tahun Luna. Mama tertegun mendengar cerita
Luna, mengertilah ia sekarang mengapa Luna sangat menyayangi boneka jelek itu.
Boneka jelek itu adalah hadiah ulang tahunnya yang paling indah karena berasal
dari orang yang sangat ia sayangi. Boneka yang terlihat jelek itu ternyata juga
bernilai sangat mahal melebihi hadiah boneka paling mewah manapun yang Luna
punya.
Mama menatap Luna dengan
lembut penuh penyesalan, ia merasa malu telah meremehkan boneka itu.
Kenyataanya sekarang, boneka itulah yang akan menyelamatkan hidup mereka dari
kelaparan. Mama berlutut memeluk Luna sambil menangis,”Luna, maafkan mama”.
Luna mengangguk tapi ia masih menangis katanya,”Tapi bonekaku masih rusak ma…”
Luna mengangkat kepala boneka yang berantakan itu. Papa segera menghibur Luna, ia
meraih kepala boneka maupun badannya, “Kita akan memperbaikinya, kita cari
nenek pengasuhmu di kampung dan memintanya untuk menjahit lagi.” Mendengar itu
mata Luna tampak berbinar namun ragu,” Sungguh kah?” Papa mengangguk lalu
menggendong Luna, katanya,” Tentu saja sayang, lagi pula, tempat ini sudah
hancur oleh gempa, kita kembali saja ke kampung dan memulai hidup baru di sana.
Uang hadiah nenek ini lebih dari cukup untuk kita pulang kampung dan memulai
hidup baru lagi. Dan kau bisa bertemu dengan nenek pengasuhmu setiap hari.”
Luna bersorak gembira
mendengar kata-kata papanya. Mama hanya tersenyum melihat kebahagiaan Luna.
Dalam hati ia berjanji tak akan bersikap sombong lagi. Mama berjanji akan lebih
memahami perasaan Luna dan selalu menghargai siapapun dengan tulus.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus