Selasa, 11 September 2018

Boneka Karung Goni

Dongeng Bijak Anak, Dongeng Anak, Cerita Anak, Boneka Anak
Boneka Karung Goni


Boneka dari kain karung goni…. Siapa yang tertarik dengan boneka yang terlihat kumal dan dibuat dari bahan tak berharga seperti itu? Boneka itu seperti anak perempuan gendut yang membengkak di sana sini dengan bentuk yang tak teratur. Matanya hitam bulat dibuat dari kancing baju bekas. Rambut cokelatnya terbuat dari serat pohon pisang yang dikeringkan, keriting acak-acakan. Mulutnya yang tersenyum dibuat dari jahitan benang hitam yang melengkung menghubungkan kedua pipi tembemnya. Sekilas, boneka itu lebih mirip dengan boneka berhantu yang menyeramkan.

“Luna, buang benda kotor itu!”, pekik mamanya yang merasa jijik dengan boneka karung goni itu. Mama tak habis pikir, bagaimana bisa putri kesayangannya yang cantik dan elegan itu menyukai boneka jelek dari karung goni. Padahal hampir setiap bulan mama membelikan boneka-boneka Barbie yang cantik dan berkelas.

Luna tak menjawab perintah mamanya, ia duduk memeluk boneka karung goni itu dengan erat sambil menggeleng kuat. Melihat hal itu, mama menghampiri Luna hendak merebut boneka itu. Luna mempertahankan bonekanya sekuat tenaga, ia menangis menghadapi sikap keras mamanya. Luna sedih, apa yang Luna mau tak pernah dimengerti mama. Semua hal harus ikut aturan mamanya. Apapun yang Luna sukai seringkali tak berharga, dan hanya apa yang disukai mamanyalah yang boleh menjadi kesukaan Luna.

Boneka karung itu sebenarnya adalah hadiah yang diterima Luna kemarin saat ulang tahun. Di hari kemarin, Mama membuat pesta mewah ulang tahun Luna. Sayangnya, mama lebih banyak mengundang teman-teman mama dari pada teman-teman Luna sendiri. Tante-tante itu suka sekali mencubit pipi Luna setiap ketemu sambil berkata,”Ih… kamu cantik sekali..” Pujian itu bagi Luna bukan hal yang menyenangkan, karena cubitan tangan mereka lebih terasa menyakitkan di pipi Luna.  Mama juga mengundang banyak badut dan penyanyi yang meramaikan suasana. Tapi bagi Luna, badut adalah boneka besar yang menakutkan, mereka terlalu besar dan bersuara parau. Luna tak suka badut.

Penyanyi-penyanyi itu melantunkan 2-3 lagu anak-anak, tapi selebihnya, ia menyanyikan lagu kesukaan teman-teman mama. Lagu yang aneh dan membosankan bagi Luna. Berisik sekali. Luna memilih kabur dari ruang pesta dan berlari menuju taman yang lebih tenang. Baginya tempat itu lebih menyenangkan. Tenang dan damai.

Luna teringat dengan pengasuhnya yang dulu ketika mereka masih tinggal di rumah yang lama. Kala itu mama dan papa masih hidup sederhana. Luna memiliki seorang nenek pengasuh yang sangat menyayanginya. Ia selalu memahami Luna dan tidak terlalu banyak memerintah. Setiap malam pengasuh itu memangkunya dan menceritakan dongeng-dongeng seru hingga Luna tertidur. Luna sangat menyayangi nenek pengasuh itu.  

Namun sekarang, ketika mama dan papa memiliki kehidupan yang lebih mewah, Luna harus berpisah dengan pengasuhnya itu. Pengasuh Luna yang sekarang adalah wanita-wanita muda yang cantik dengan seragam baby sister berwarna pink. Mereka pandai membuat banyak hal, namun satu yang tak pernah mereka berikan kepada Luna, kasih sayang seindah nenek pengasuhnya itu. Luna pernah meminta kembali nenek itu jadi pengasuhnya, namun kata mama, di daerah tempat tinggal mereka sekarang, akan terlihat memalukan bila pengasuh anaknya seorang nenek-nenek.

Luna tak mengerti, baginya nenek itu pengasuh terbaik, karena nenek itu mengasuhnya dengan penuh cinta. Namun apapun alasan Luna, ia tak berdaya menentang keinginan mama. Di rumah itu, keputusan mamalah yang paling benar. Papa sendiri tak pernah peduli dengan apa yang terjadi di rumah, papa sekarang adalah orang yang paling sibuk di dunia, Luna bahkan hampir tak pernah bertemu dengan papa.

Suara mama dan teman-temannya masih terdengar bising. Luna berjalan memutar ke taman belakang. Di sana ia bisa mengintip ke luar pagar rumah. Kadang-kadang jika beruntung, ia bertemu dengan teman kecilnya, kucing kampung yang diam-diam menjumpai Luna untuk sekedar meminta remahan makanan. Jika kepergok baby sisternya, kucing itu akan segera diusir dengan tongkat pengepel lantai.

Luna baru saja mengintip ke luar pagar, tiba-tiba ia mendengar sebuah suara yang sangat ia kenal dan sering dirindukannya. Suara itu memanggilnya dari luar pagar. Luna melongok ke celah pagar yang agak renggang, ia berseru gembira melihat nenek pengasuhnya berkunjung. Luna berlari ke arah pintu pagar, membukanya dan kemudian berlari memeluk pengasuhnya itu. Luna mengajaknya masuk, “Nenek, ayo ikut berpesta!” seru Luna kegirangan. Namun nenek itu segera mencegah Luna berbicara keras,”Ssssst! Maafkan aku Luna, nenek hanya sebentar.” Nenek itu kemudian melongok kanan kiri lalu buru-buru mengeluarkan sebuah bungkusan dari balik bajunya.

 “Nenek datang hanya ingin memberikan hadiah ulangtahunmu ini.” Nenek menyerahkan sebuah boneka dari kain goni yang dijahitnya sendiri. Apapaun yang diberikan nenek itu, bagi Luna adalah hadiah yang indah karena nenek membuatnya dengan penuh cinta. Nenek berpesan supaya Luna tidak menceritakan kedatangan nenek itu kepada siapapun. Lalu Nenek berpesan dengan sungguh-sungguh,”Nak, suatu hari boneka ini akan sangat berguna untukmu. Jagalah baik-baik.” Lalu nenek mengatakan bahwa ia akan kembali ke kampung halamannya yang sangat jauh. Luna merengek agar nenek tinggal bersama Luna namun belum puas mereka berbicara, suara baby sister Luna yang cantik namun galak itu terdengar memanggil-manggil Luna. Nenek mencium Luna lalu bergegas pergi. Luna segera menyembunyikan bonekanya di balik gaun yang mengembang.

Ia berjalan memasuki rumahnya sambil mendengar omelan baby sister yang menjelaskan berbagai peraturan dan ancaman. Sampai di kamarnya, Luna pura-pura minta diambilkan minum supaya baby sister itu meninggalkan kamarnya. Dengan cepat Luna menyembunyikan boneka itu di balik bantalnya dan bersiap-siap untuk tidur.  Saat baby sister itu mematikan lampu dan pergi meninggalkannya, Luna tersenyum, ia segera meraih boneka itu dan memeluknya, rasanya begitu damai seolah nenek bersamanya saat ini. Luna terlelap dalam mimpi-mimpi indahnya.

Luna terlelap hingga pagi datang, seseorang merenggut bonekanya dengan teriakan tinggi, “Luna, apa ini?” teriak mamanya sambil jijik melempar boneka karung itu. Luna terperanjat, ia mengerjap-ngerjapkan mata mencoba menyadari apa yang terjadi. Luna terkejut menyadari ia lupa menyembunyikan bonekanya. Baby sister itu dengan cekatan mengambil boneka karung dan membawanya menuju tempat sampah dekat pagar halaman belakang. Dengan serta merta Luna berlari mengejar baby sisternya itu ke halaman belakang dan merebut bonekanya.

Itulah yang terjadi hari ini ketika mamanya memarahi Luna supaya membuang bonekanya. Luna masih menangis memeluk bonekanya agar tidak dibuang. Saat mama masih melanjutkan amarahnya, tiba-tiba terasa goncangan hebat di sekitar mereka. Detik berikutnya orang-orang berhamburan ke luar dengan panik sambil berteriak, “Gempa bumi…!” Mama segera menyeret Luna menjauhi rumahnya. Goncangan itu demikian keras hingga mereka jatuh terguling. Beberapa puing mulai runtuh, tanah-tanah mulai retak dan bangunan-bangunan ambruk. Kebakaran terjadi di mana-mana akibat kebocoran gas atau konsleting listrik. Semua terjadi dalam sekejap saja. Hancur berantakan.

Gempa bumi itu demikian hebat hingga menghancurkan perumahan mewah tempat Luna tinggal. Rumah Luna runtuh seluruhnya dan hangus terbakar akibat kebocoran gas yang tak sempat dimatikan saat gempa terjadi. Mama menangis meratapi harta bendanya yang musnah. Saat itu papa sudah ada bersama mereka. Tak henti-hentinya papa menenangkan mama yang terus menangis. “Semuanya hancur pa…tidak ada yang tersisa….kita tak punya apa-apa lagi….” Keluh mama memandangi rumahnya yang hangus. “Sabar ma…sabar…” kata papa yang sesungguhnya juga merasa sedih. Bukan hanya rumahnya yang hancur, perusahaan papa pun runtuh seluruhnya.

Kekayaan yang begitu banyak, tiba-tiba lenyap dalam sekejap. Mama maupun papa bahkan tak sempat membawa uang sepeserpun hanya sekedar untuk membeli minum.  Mereka memeluk Luna yang masih ketakutan menghadapi situasi panik tadi. Saat memeluk Luna, mama menyadari bahwa boneka jelek itu masih ada di pelukan Luna. Dengan serta merta mama melampiaskan kekecewaannya terhadap boneka itu. “Semua ini gara-gara boneka itu!” teriak mama pada Luna. “Pasti boneka ini boneka sihir yang membawa celaka! Mama sudah bilang buang boneka itu Luna!!!”

Mama kemudian merenggut boneka itu dari tangan Luna tapi Luna terus mempertahankannya sekuat tenaga. Mereka tarik menarik untuk mendapatkan boneka itu hingga suatu ketika boneka itu robek di bagian lehernya. Luna maupun Mama jatuh terjengkang. Luna berhasil mendapatkan kepala bonekanya dan mama mendapatkan badannya. Luna menangis melihat bonekanya rusak. Isi boneka itu terburai keluar di hadapan mereka. “Sudah seharusnya boneka itu rusak” kata mamanya. Namun tiba-tiab papa berseru,”Tunggu!” papa memungut isi boneka yang terburai itu. Gulungan-gulungan kertas berserakan di kaki Luna dan mama. Papa memperhatikan isi boneka itu dan membuka gulungannya satu persatu. Alangkah terkejutnya papa ketika melihat isinya, ternyata gulungan-gulungan kertas itu adalah uang lembaran seratus ribuan yang dibungkus rapi menjadi gulungan-gulungan kecil. Banyak sekali uang itu setelah dikumpulkan.

Papa menatap Luna lekat-lekat,” Luna, dari mana kau dapatkan boneka itu?” tanya papa dengan lembut. Luna lalu menceritakan kedatangan nenek pengasuhnya yang memberikan boneka itu sebagai hadiah ulang tahun Luna. Mama tertegun mendengar cerita Luna, mengertilah ia sekarang mengapa Luna sangat menyayangi boneka jelek itu. Boneka jelek itu adalah hadiah ulang tahunnya yang paling indah karena berasal dari orang yang sangat ia sayangi. Boneka yang terlihat jelek itu ternyata juga bernilai sangat mahal melebihi hadiah boneka paling mewah manapun yang Luna punya.

Mama menatap Luna dengan lembut penuh penyesalan, ia merasa malu telah meremehkan boneka itu. Kenyataanya sekarang, boneka itulah yang akan menyelamatkan hidup mereka dari kelaparan. Mama berlutut memeluk Luna sambil menangis,”Luna, maafkan mama”. Luna mengangguk tapi ia masih menangis katanya,”Tapi bonekaku masih rusak ma…” Luna mengangkat kepala boneka yang berantakan itu. Papa segera menghibur Luna, ia meraih kepala boneka maupun badannya, “Kita akan memperbaikinya, kita cari nenek pengasuhmu di kampung dan memintanya untuk menjahit lagi.” Mendengar itu mata Luna tampak berbinar namun ragu,” Sungguh kah?” Papa mengangguk lalu menggendong Luna, katanya,” Tentu saja sayang, lagi pula, tempat ini sudah hancur oleh gempa, kita kembali saja ke kampung dan memulai hidup baru di sana. Uang hadiah nenek ini lebih dari cukup untuk kita pulang kampung dan memulai hidup baru lagi. Dan kau bisa bertemu dengan nenek pengasuhmu setiap hari.”

Luna bersorak gembira mendengar kata-kata papanya. Mama hanya tersenyum melihat kebahagiaan Luna. Dalam hati ia berjanji tak akan bersikap sombong lagi. Mama berjanji akan lebih memahami perasaan Luna dan selalu menghargai siapapun dengan tulus.




1 komentar: