Minggu, 06 Mei 2018

HARI MAHKOTA ANAI-ANAI PEMENANG

Mahkota, Anai-anai, cerita anak, dongeng anang, cerita bijak, dongeng bijak
Anai-anai Pemenang


Hari Mahkota sudah dekat, angin kering mulai terasa lembab bertiup menyapa liang rayap. Seekor rayap raja baru saja memeriksa hembusan angin yang melintas di depan kerajaannya. “Angin sudah mulai lembab, musim hujan sebentar lagi tiba. Begitu hujan pertama turun, pesta hari Mahkota kita mulai, persiapkan semua anai-anai putri dan pangeran untuk petualangan mereka!”, kata yang mulia rayap kepada para pekerja dan prajuritnya.

Hari Mahkota adalah hari di mana para rayap bersayap yang disebut anai-anai, keluar dari sarang untuk menunjukkan kelincahan dan kemampuan terbangnya menghindari berbagai bahaya di luar sarang. Mereka adalah rayap calon raja dan ratu yang harus pergi membentuk koloni baru kerajaan rayap. Anai-anai yang berhasil terbang paling lama dan berhasil menghindari berbagai bahaya, merekalah pemenang yang akan membangun kerajaan rayap yang baru.

Hujan pertama di musim itu mulai turun. Rintik-rintiknya melaju menghunjam bumi menciptakan music air yang indah. Sang raja memberi tanda bahwa perayaan hari mahkota akan dimulai begitu hujan selesai turun. Persiapan hari Mahkota hampir usai. Liang-liang rayap dipersiapkan sebagai pintu gerbang keluarnya anai-anai. Mereka menghiasi pintu gerbang dengan berbagai ukiran tanah dan jamur-jamur berwarna warni. Rayap pekerja sibuk menyipkan para putri dan pangeran yang akan mengikuti lomba terbang. Mereka membersihkan sayap-sayap, menghias para putri dan pangeran dengan berbagai pernak-pernik. Berbagai hidangan selulosa kayu disajikan di ruangan pesta. Para kepala pekerja berteriak-teriak sibuk memberi perintah. Hiruk pikuk persiapan pesta mewarnai seluruh kerajaan.

Seekor rayap putri yang bertubuh kecil dan berwarna putih kecoklatan melewatkan waktu berdandannya untuk berjalan-jalan melihat persiapan. Ia lebih suka mengamati cara para rayap pekerja menyelesaikan pekerjaan mereka. Sungguh mengagumkan, semua rayap peekrja itu buta, tetapi mereka dapat menyelesaikan pekerjaan tanpa kesalahan. Mereka hanya mengandalkan penciuman untuk menemukan makanan dan mencari jalan yang tepat ke tempat yang dituju. Tak ada kata lelah untuk mereka meskipun bekerja sepanjang waktu tanpa tidur.

 “Larin, apa yang kau lakukan di sini nak? Tidakkah kau seharusnya di kamarmu untuk mempersiapkan diri? Semua saudarimu sedang bersolek secantik mungkin.” Sebuah suara berat menegur anai-anai putri yang bernama Larin itu. Putri Larin terkejut, namun ia segera tersenyum cerah melihat ayahnyalah yang baru saja menegurnya. Dengan manja ia mendekati ayahnya, “Aku sudah cantik ayah, tak perlu bersolek lagi….” Kata putri itu sambil tertawa. Sang raja hanya bisa menggeleng kepala sambil tersenyum. Tak dapat dipungkiri, putri Larin memang sangat cantik meskipun tanpa bersolek. Sifatnya periang dan suka tersenyum. Ia ramah kepada semua penghuni kerajaan dan tak segan-segan ia membantu para pekerja di sekitarnya.

“Apa yang menarik bagimu sampai kau melewatkan waktu bersolekmu nak? Tidakkah kau lihat, hujan sudah turun dengan deras hari ini. Begitu hujan berhenti, kita akan membuka acara hari Mahkota dan melepas kalian keluar sarang.” Tanya sang raja kepada putrinya. Dengan tetap tersenyum, Putri Larin menggandeng tangan ayahnya, ia menunjuk kea rah para pekerja yang sedang sibuk. “Lihat ayah, betapa hebatnya mereka melakukan tugas. Dengan kedua mata yang buta, mereka terus bekerja tanpa kesalahan. Mereka juga tak pernah lelah melayani kerajaan meskipun tak pernah tidur. Jika aku memiliki kerajaanku sendiri nanti, aku harus bisa membimbing mereka ke tempat yang penuh makanan. Aku juga akan melindungi mereka dengan melatih para prajurit hebat. “

Sang raja tersenyum mendengar perkataan putrinya. Ia menyentuh dagu putrinya yang lancip. Sambil menatap ia memberi nasehat, “Putriku, kau sungguh berbeda dari semua saudarimu, kau tidak mementingkan diri sendiri dan lebih memperhatikan kepentingan orang lain. Ayah harap, kaulah nanti yang akan berhasil memenangkan mahkotamu. Temukan pasanganmu yang tepat dari para pangeran yang tinggal di sayap barat, dan buatlah kerajaan baru yang hebat melebihi kerajaanku.”  Sang putri mengangguk tanda mengerti. Ia memeluk ayahnya dan mengucapkan terima kasih. Sang raja segera berlalu meninggalkan sayap timur istana tempat kediaman para puteri, dan berjalan menuju istana sayap barat yang menjadi tempat kediaman para pangeran.

Puteri Larin diam-diam mengikuti ayahnya. Ia sangat penasaran ingin tahu seperti apa istana sayap barat. Ia juga ingin tahu, seperti apa wajah para pangeran. Sejak lahir mereka dipisahkan di istana masing-masing. Para puteri ditempatkan di istana sayap timur dan para pangeran ditempatkan di istana sayap barat. Mereka tak pernah saling bertemu satu sama lain. Para putri dan pangeran baru diijinkan bertemu pada hari Mahkota untuk mencari pasangannya.

Kedua istana itu dipisahkan oleh sebuah lorong yang dijaga oleh banyak penjaga. Puteri Larin mengendap-endap mendekati lorong itu. Para penjaga mulai mengendus untuk memeriksa. Mereka buta, namun penciuman mereka yang sangat tajam sering kali melebihi kemampuan penglihatan rayap putri. Puteri Larin sadar, jika ia mendekati mereka, pastilah rayap penjaga itu akan segera mengenali bau sang puteri. Mereka akan menghalangi langkahnya dan menyuruh puteri Larin kembali ke istana sayap timur. Tetapi Puteri Larin sangat cerdik. Saat memeluk ayahnya tadi, ia sempat mengambil cairan bau ayahnya dan mengoleskannya ke seluruh tubuhnya. Dengan hati-hati Puteri Larin mendekati lorong itu. Para penjaga mengendus, tampak sejenak ia keheranan, tapi kemudian memberi hormat dan mempersilahkan puteri Larin yang disangkanya sang Raja. Puteri Larin berlalu tanpa berkata apapun. “Bukankan tadi yang mulia raja sudah melewati lorong ini? Bagaimana bisa yang mulia kembali dari arah sayap timur?” tanya seorang penjaga kepada temannya. Teman penjaganya itu hanya mengangkat kedua bahunya dan menghentakkan tombak yang mengisyaratkan bahwa ia juga bingung.

Puteri Larin menyusuri lorong menuju sayap Barat. Ia mengikuti bayangan ayahnya dengan hati-hati dan sesekali bersembunyi di balik tonjolan batu. Di sebuah belokan, bayangan ayahnya menghilang. Puteri Larin segera mengikutinya agar tak kehilangan jejak. Namun baru saja ia memasuki tikungan ia bertabrakan dengan keras dan terjatuh. “Auw!’ Seru lirih sang puteri memegangi keningnya yang terasa sakit. “Ah! Siapa kau?! Apa yang kau lakukan di sini!” seru sebuah suara di hadapannya. Sebentuk bayangan rayap bersayap berdiri di hadapan Puteri Larin. Suaranya berat seperti ayahnya dan perawakannya tinggi lebih tinggi dari ayahnya. Puteri Larin melirik ke arah sosok itu. Ia memperhatikan dengan seksama. Anai-anai itu berbeda dari para saudarinya. Ia tak punya antenna lembut seorang puteri. Tetapi di atas kepalanya menjulang semacam tanduk runcing seperti ayahnya. Sosok itupun memperhatikan Puteri Larin, iapun tampak mengamati perbedaan antara mereka.

Keduanya saling bertatapan.  “Apa…kau …seorang puteri?” tanya anai-anai jangkung itu. Puteri Larin mengangguk dengan gugup. Ia takut ketahuan menerobos istana barat dan dipersalahkan. Tiba-tiba anai-anai jangkung itu menarik Puteri Larin merapat ke balik tonjolan batu. Ia memberi tanda kepada Puteri untuk diam. Ternyata ada dua orang penjaga yang melewati lorong itu. Mereka diam dengan perasaan berdebar-debar takut ketahuan. ketika penjaga itu berlalu tanpa mengetahui keberadaan mereka, barulah mereka merasa lega.

“Namaku Laron, aku pangeran dari sayap barat.” Kata anai-anai jangkung itu memperkenalkan diri. “Namaku Larin, puteri dari sayap timur.” Balas puteri memperkenalkan diri. “Kau juga suka menyusup sepertiku?” tanya Pangeran Laron. Puteri mengangguk, kemudian mereka tertawa bersama. Sejenak mereka saling menceritakan petualangan mereka di istana untuk memenuhi semua rasa ingin tahu mereka. Namun tak lama kemudian, terdengar bunyi sangkakala yang menandakan bahwa perayaan hari mahkota dimulai. Para pangeran dan puteri harus berkumpul di runag utama untuk memulai petualangan mereka. Pangeran Laron dan Puteri Larin segera terbang menuju ruang utama. Sepanjang lorong itu mereka berlomba untuk bisa sampai ke ruang utama terlebih dahulu.

Sang Raja membuka acara Hari Mahkota dengan memeberikan beberapa nasehat tentang menjadi seorang raja dan ratu, bahwa menjadi pemimpin bukan untuk dilayani oleh para pekerja tetapi harus melayani seluruh koloni dengan segala kebaikan dan kepandaian. Petualangan yang harus mereka jalankan di luar istana mengandung bahaya yang bisa berujung pada kematian. Mereka harus berjuang untuk tetap hidup dan membangun kerajaan baru.

Waktu terbangpun tiba. Mereka berbaris untuk melewati pintu gerbang keluar istana satu per satu. “Aku akan mengalahkanmu” bisik pangeran Laron kepada puteri Larin sejenak sebelum keluar gerbang. Putri Larin hanya menyeringai dan membalas, “Kita lihat saja nanti.. “ Mereka saling tersenyum dengan harapan keberhasilan masing-masing.

Ribuan anai-anai terbang keluar dari sarang mereka. Udara malam itu begitu dingin setelah hujan turun mengguyur seharian.  Ketika berada di dalam sarang, Anai-anai sudah terbiasa dengan beraktivitas tanpa cahaya. Tapi malam itu, tak jauh dari sarang mereka tampak cahaya putih yang besar memendar menjulurkan sinarnya. Seakan mengundang, cahaya itu memberikan pesona untuk didatangi. Ribuan anai-anai itu berlomba menuju cahaya lampu penduduk yang tinggal tak jauh dari sarang rayap. Para pangeran dan puteri rayap itu begitu gembira mengepakkan kedua sayap, merasakan kibasan angin, dan menikmati indahnya cahaya yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya.

Pangeran Laron melesat ingin menjadi juara sampai ke lampu itu. Ia terbang dengan cepat mendahului anai-anai lain. Belum lagi ia mendekat, tiba-tiba seekor anai-anai lain menabraknya. Mereka berdua jatuh ke tanah. “Hei! Apa kau tak bisa terbang?” seru pangeran dengan sangat jengkel. Anai-anai yang baru saja menabraknya itu berusaha berdiri sempoyongan. Begitu pangeran melihat wajah anai-anai yang menabraknya itu, ia kembali mengeluh,”Ya ampun! Ternyata kau! Larin! Apa kau tidak punya kebiasaan lain selain menabrakku? Tadi kau menabrakku di lorong, sekarang kau menabrakku saat terbang!” Puteri Larin memperhatikan kekesalan pangeran Laron dan ia hanya bisa meminta maaf. Kekesalan Pangeran Laron belum usai, sambil menunjuk ke arah lampu itu ia masih mengomel menyalahkan Puteri Larin yang menurutnya menjadi penyebab kegagalannya menjadi anai-anai pertama yang mencapai cahaya itu. “Lihat!..sekarang aku menjadi yang terakhir mencapai cahaya itu! Kau membuatku kalah dari…..Oh!....” belum sempat Pangeran Laron menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba terdengar jeritan para anai-anai yang mencapai lampu itu terlebih dahulu. Beberapa cicak besar menangkap mereka dan memakannya. Mereka kalang kabut menjauhi tembok, namun dari arah udara beberapa kelelawar menyambar dengan cepat hingga banyak anai-anai yang menjadi santapan mereka. Menyadari bahaya dari tembok dekat cahaya dan juga dari udara, beberapa anai-anai hinggap di tanah. Namun… nasib merekapun tak kalah menyedihkan. Beberapa ekor katak telah siap dengan tembakan-tembakan lidah lengket mereka. Beberapa ayam pun terlihat bangun dari tidurnya dan ikut berpesta makanan lezat anai-anai terbang.

Ketika Pangeran Laron dan Puteri Larin terkejut dengan pemandangan mengerikan di hadapan mereka, tiba-tiba tanah yang mereka pijak bergetar disusul suara keras mendekati ke arah mereka. Suara itu semakin mendekat, sebentuk makhluk yang sangat besar dan tinggi dengan kaki yang sangat lebar keluar dari balik tembok menuju ke arah cahaya itu. Hampir saja pangeran dan puteri terinjak makhluk itu. Untung saja Puteri Larin segera menarik Pangeran untuk terbang menghindar. “Itu manusia!” kata Puteri Larin. “Ayah pernah menceritakannya padaku” tambahnya menjelaskan. Manusia itu menangkap banyak anai-anai dengan tangannya yang besar dan memasukkan mereka ke dalam sebuah kantong. Tak lama kemudian beberapa manusia lain bergabung dan menangkapi anai-anai.  Puteri Larin dan Pangeran terus terbang setinggi mungkin, namun tiba-tiba, seekor kelelawar menuju ke arah mereka.  Dengan cepat Pangeran Laron menarik Puteri terbang ke bawah sebuah daun yang kebetulan jatuh dari dahan. Mereka melekat di bawah daun itu dan ikut terjatuh ke tanah. Kelelawar itu tak dapat mengenali kedua anai-anai yang terhalang daun. Ia melesat pergi ke arah lampu yang masih dikerumuni banyak anai-anai.

Puteri larin dan Pangeran Laron tertindih daun kering, salah satu sayap sang puteri patah. Ia merintih sedih tak mampu menggerakkan sayapnya lagi. “Lepaskan saja sayapmu, terlalu berbahaya bagi kita untuk terbang, binatang terbang itu banyak sekali.” Kata pangeran Laron. Kedua anai-anai itu kemudian melepaskan sayap mereka.  Berdua mereka merayap di antara sampah-sampah daun kering. Belum jauh mereka pergi, seekor kadal menghadang mereka dan siap mematuk. Dengan panik mereka berlari menyelinap di antara daun. Kadal itu bergerak cepat sekali, tetapi sulit menemukan kedua anai-anai itu karena banyak daun kering yang dapat menutupi mereka.

Suatu ketika kadal itu hampir menyantap mereka dengan cepat. Pangeran Laron dan puteri Larin sanygat terkejut, mereka pikir saat itu takan ada kesempatan lagi untuk menghindar dan mereka akan berakhir menjadi santapan kadal. Namun keberuntungan masih berada di pihak anai-anai itu, ada sebuah  lubang kecil di bawah daun yang mereka pijak. Pangeran Laron segera membalikkan daun kecil itu dan menarik Puteri Larin masuk ke dalam lubang kecil di tanah. Kadal itu melompat menggapai mereka namun lubang itu terlalu sempit bagi kadal. Pangeran dan Puteri terus memasuki lubang kecil itu, mereka menghindari juluran lidah kadal yang berusaha menangkap mereka dalam lubang. Hampir saja mereka tertangkap, namun pangeran Laron berhasil menemukan sebuah duri dan menancapkannya ke lidah kadal. Rasa sakit yang luar biasa membuat kadal itu menarik lidahnya dari lubang dan lari meninggalkan kedua anai-anai itu.

Hujan kembali turun dengan deras. Binatang-binatang malam yang menyerang anai-anai kabur menuju sarang masing-masing untuk berteduh. Anai-anai terbang yang masih tersisa, jatuh tertimpa butiran air hujan yang deras. Banyak anai-anai mati menjadi santapan binatang dan manusia. Mereka juga mati terguyur hujan. Hanya sedikit sekali yang bisa bertahan hidup. Puteri Larin menangis melihat saudara-saudaranya  mati. Pangeran Laronpun tercenung mendapatkan pengalaman itu. Pesta hari Mahkota yang disangkanya merupakan sebuah kesenangan, ternyata adalah suatu perjuangan yang berat. Namun itulah yang harus mereka hadapi sebagai anai-anai terbang.

“Larin, inilah perjalanan hidup yang harus dialami oleh semua anai-anai. Hapuslah kesedihanmu, saatnya bagi kita untuk bangkit dan melangkah ke depan. Tugas kita masih banyak. Kita harus menemukan tempat yang tepat untuk membangun kerajaan baru.” Kata Pangeran Laron menghibur. Puteri Larin menghapus air matanya. Ia merenungkan kata-kata pangeran dan ia setuju. Ayahnya dulu pasti juga mengalami hal seperti ini untuk bisa membangun kerajaan mereka. Kini saatnya bagi generasi Larin untuk membangun kerajaan baru. Pangeran Laron meraih kedua tangan puteri, katanya, “Kata yang mulia raja, siapapun yang berhasil terbang dan menghindari semua bahaya, dialah pemenangnya. Kita berdua selamat dari semua bahaya, bukankah itu artinya kita adalah pemenang?”

Puteri Larin tersenyum,”Kau benar, kita berhasil menjadi pemenang!” kedua anai-anai itu berpelukan merayakan keberhasilan mereka. Lalu kata pangeran lagi, “Maukah kau menjadi ratuku untuk membangun kerajaan baru?” Puteri Larin tak punya jawaban lain selain menyetujui ajakan pangeran. Ia ingin mewujudkan harapan ayahnya untuk membentuk kerajaan baru yang lebih besar dari kerajaanya sekarang. Kedua anai-anai itu kemudian menyusuri lorong-lorong tanah untuk membangun kerajaan baru.




1 komentar: